Tugas Akhir
Mata kuliah Leadership( kepemimpinan )
Dosen : A. Muh. Yusri Teja, S.pd. M.pd
Pengaruh
Sikap Keagamaan (Religious) Terhadap Pembinaan Menejemen

Disusun oleh:
Nama : Karnita
Nim : 1331031
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
DARUD DAKWAH
WAL-IRSYAD
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt., yang atas
rahmat-Nya maka kami dapat menyelesaikan Tugas
makalah akhir semester mata kuliah ‘’leadhership’’
Didalam makalah ini kami akan membahas masalah ‘’Pengaruh Sikap Keagamaan ( Religious )
Terhadap Pembinaan Menejemen.’’
Makalah ini kami buat sesuai kemampuan kami
masing-masing, Kami menyadari Didalam makalah ini masih banyak kekurangan-kekurangan, baik pada
teknis penulisan,maupun cara penyajian makalah, pemaparan materi yang benar,
mengingat akan kemampuan yang kami miliki, meskipun kami telah berusaha
semaksimal mungkin untuk menyelesaikan makalah ini tapi jika masih banyak
terdapat kesalahan, kami mohon maaf.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat kami harapkan demi penyempurnaan makalah
kami kedepannya..
Sekian dan Terimakasih
Maros , 05 Juni 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR…………………………………………….. ii
DAFTAR
ISI……………………………………………………… iii
BAB
I. PENDAHULUAN……………………………………….. 1
A.Latar Belakang ……………………………………………….. 1
B.Rumusan Masalah…………………………………………….. 1
BAB
II. PEMBAHASAN………………………………………… 2
A. Pengaruh
sikap keagamaan terhadap pembinaan menejemen…
2
B. Dimana
Letak pengaruh agama ………………………………. 12
C. Pemimpin
yang religious …………………………………… 14
BAB
III. PENUTUP …………………………………………… 16
A.
Kesimpulan ………………………………………………….. 16
DAFTAR
PUSTAKA …………………………………………… 18
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Islam sebagai agama yang tidak hanya menitik beratkan pada segi
ritual (upacara ibadah ) sebagaimana yang lazim dianut oleh agama lainnya,maka
segi muamalah seharusnya mewarnai tindakan dan sikap seorang muslim dalam
kehidupan sehari-hari, terutama yang ada sangkut pautnya dengan kehidupan dan
penghidupan.
Akan tetapi, penghayatan dan
pengalaman di bidang muamalah semakin tidak banyak terdengar. Ketika sejarah
islam mengalami masa kejumudan berfikir.Akibatnya citra tentang islam hanya terbatas pada masalah shalat, zakat,
haji dan ibadah lain yang semacam itu. Sedangkan mengenai kepribadian yang
seharusnya dimiliki oleh seorang muslim
kurang mendapat gambaran yang nyata. Hal ini karena kekeliruan dalam meresapi
agama yang di peluknya,atau karena perilaku yang tidak sesuai dengan ibadah
yang ia lakukan sehari hari.sebagai akibatnya, kesan negative seperti pandai
berkhayal, tapi tidak pandai berkarya, pandai mereaksi tapi tidak pandai
berkreasi,pandai mengejek tapi tidak pandai mengajak selalu tergambar pada profil pemimpin islam pada umumnya.
Agama sebagai sumber inspirasi dan
motivasi seharusnya mampu memberi warna
pada gerak dan tindakan manusia dalam segala lapangan kehidupan,baik sebagai
pimpinan maupun bawahan,dalam melakukan supervisi maupun kegiatan lainnya. Lebih lebih bila pada dirinya sadar
sebagai khalifah fil ardl(wakil tuhan di muka bumi) maka segala tindakannya
harus tidak bertentangan dengan peraturan tuhan. Bila apa yang dilakukan itu
bertentangan maka berarti menyalahi kedudukannya sebagai khalifah.
Islam bukanlah formalisme kosong
yang hanya mengawang dalam dunia khayal,akan tetapi harus tercermin dalam
perilaku perbuatan. Bahkan sangat
tercela dan mendapat kutukan tuhan,bila pada diri seseorang mau dan
mampu memerintahkan atau menganjurkan kepada orang lain agar berbuat
sesuatu,sedang dirinya sendiri enggan mengerjakannya. Istilah ‘’ibda binafsik’’(mulailah dari dirimu
sendiri) sudah bukan hal yang baru dalam kalangan masyarakat islam.sehingga
pimpinan yang ditaati adalah pimpinan yang seimbang antar ucapan dan
perbuatan,pengakuan dan kelakuan.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa saja pengaruh sikap keagamaan (religious ) terhadap pembinaan menejemen?
2. Dimanakah
letak pengaruh agama?
3.
Bagaimanakah seharusnya kepemimpinan yang religious itu ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGARUH
SIKAP KEAGAMAAN TERHADAP PEMBINAAN MENEJEMEN
1.
Peranan
Manusia Dalam Menejemen.
Tidaklah bisa di pungkiri, bahwa
bagaimanapun baiknya ‘’tata laksana’’ akan tetapi bila manusianya rusak dalam segala-galanya,
dan akan tidak berlakulah segala teori yang sudah begitu dirumuskan.
‘’menejemen adalah proses memimpin
dan melancarkan pekerjaan dari orang orang yang terorganisir secara formal
sebagai kelompok untuk memperkuat tujuan
yang di inginkan “ (management is the process of directing and facilitating the
work of people organized in formal group
to achieve adesired goal). Menurut pendapat John D. Millst.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa”menejemen adalah proses
dan perangkat yang mengarahkan serta membimbing kegiatan-kegiatan suatu
organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan’’ (management is the
process and agency with direct and guides the operations of an organization in
the realizing of established aims) menurut pandangan Ordway Tead.
Meskipun masing masing definisi itu
berbeda, akan tetapi ada unsur persamaan,
yakni mengenai ‘’manusia’’nya bagaimana ia harus mampu betindak memimpin
dan mengarahkan bawahannya agar tujuannya itu dapat dicapai.
Pengertian menejemen selalu
diterapkan dalam hubungan dengan usaha suatu kelompok manusia dan tidak pada usaha satu orang tertentu walaupun
penerangan terhadap satu orang ini tidak mustahil. Kelompok manusia atau unsur
kelompok manusia ini adalah unsur dasar
terpenting dalam menejemen hingga tergantung pada kemampuan menggerakkan
orang-orang ini pulalah sukses tidaknya kegiatan seorang pimpinan.
Auren Auris mengetengahkan 3
kategori kemahiran yang harus dimiliki
oleh seorang menejer yaitu :
1.
Kemampuan
atau keahlian yang berkaitan dengan hubungan kerja kemanusiaan (human relations
skill”), seperti sebagaiman memupuk jalinan kerja sama yang baik antara atasan
dan bawahan dan bagaiman pula melakukan koordinasi sesama menejer.
2.
Procedural
dan administrative (‘’ procedural and administrative skills”) seperti
mengendalikan tata usaha dan
mempergunakan waktu kerja dengan efektif.
3.
Pribadi (“personal skills”) seperti tingkah-laku
perbuatan sehari-hari, pengaturan daya ingatan, pemusatan fikiran dan
lain-lain.
Rex
F. Harlow mengemukakan 3 kemahiran dasar yang diperlukan bagi seorang pimpinan,
yaitu :
1.
Kemahiran
tehnis yang cukup untuk melakukan upaya daripada tugas khususnya yang menjadi
tanggung jawabanya (tehnical skill).
2.
Kemahiran
yang bercorak kemanusiaan yang cukup dalam bekerja dengan sesamanya guna
menciptakan keserasian kelompok yang
efektif dan yang mampu menumbuhkan kerja sama diantara anggota-anggota bawahan
yang ia pimpin (“human skill”).
3.
Kemahiran
menyelami keadaan yang cukup untuk menemukan antara hubungan dari berbagai
factor yang tersangkut dalam suasana itu,yang biasa memberikan petunjuk
kepadanya dalam mengambil langkah-langkah yang dimaksud, sehingga mencapai
hasil yang maximal bagi organisasi secara keseluruhan (“conceptual skill”).
Dalam melakukan missi kepemimpinannya, maka,haruslah diperlukan 4
unsur yang sangat menentukan suksesnya kepemimpinan ,yakni ‘’man’’ ,‘’money,’’ material,’’
dan method’’ atau dapat disingkat menjadi 4 M.
Organisasi pada dasarnya mengandung
pengertian suatu bentuk kerja sama
antara manusia untuk mencapai tujuan bersama. Dari pengertian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa
hakekat organisasi adalah ‘’kerja sama antara manusia-manusia .’’
Dari hakekat ini unsur ‘’manusia dapat dianggap sebagai unsur terpenting
karena tidak adanya unsur manusia akan meniadakan existensi daripada
organisasi.
Dengan demikian
maka nyatalah sudah,bahwa fungsi atau kegiatan menejemen, (planning,organizing,actuating,controlling)
secara langsung maupun tidak langsung selalu bersangkutan dengan unsur manusia.planning
dalam menejemen adalah ciptaan manusia,organizing,selain mengatur unsur-unsur
lain juga selalu menyangkut unsur manusia,actuating adalah proses menggerakkan
manusia-manusia yang menjadi anggota
organisasi,sedang controlling diadakan agar pelaksana menejemen (manusia-manusia
) selalu dapat meningkatkan hasil kerjanya.
Jadi sukses atau
tidaknya suatu organisasi untuk bagian yang besar tergantung pada orang-orang
yang menjadi anggotanya.betapa pun sempurna rencana-rencana,organisasi dan
pengawasan serta penelitiannya,bila orang-orang tidak melakukan pekerjaan yang
diwajibkan,malas,menunda-nunda waktu, sering melakukan kecurangn, mak seorang
menejer tidak akan mencapai hasil
sebanyak yang sebenarnya dicapai.
Oleh karena itu pola pemikiran menejemen modern sekarang ini
banyak didasarkan dan diorientasikan pada faktor manusia sebagai unsur yang
terpenting dari pada menejemen itu.
Pola pemikiran
semacam ini pula yang menjelmakan aliran atau filsafat terbaru dalam menejemen
yang kini disebut ‘’people centered management’’ yaitu filsafat menejemen yang
secara rasional dan realistis meyakini bahwa keberhasilan atau tidaknya suatu
proses menejemen untuk bagian yang terbesar ditentukan oleh faktor manusia yang
terlibat dalam proses menejemen yang bersangkutan.oleh karena itu dalam prinsip
maupun pelaksanaan daripada menejemen factor manusia itu perlu dijadikan bahan
pertimbangan yang utama.
2.
Agama
dan Motivasi
motif.adakalanya motif itu
negative dan adakalanya
positif,tergantung pada persepsi manusia itu dalam memandang lingkungan atau
falsafah kehidupan yang dianut.
Motivasi adalah ‘’proses pemberian
motif (yant mendorong yntuk bergerak ) dan bekerja pada seseorang sehingga ia mau bekerja dengan
ikhlas demi tujuan organisasi secara efisien .’’memberikan motivasi adalah
tugas yang dilakukan oleh menejer dalam memberi inspirasi,semangat dan dorongan
kepada orang lain untuk bekerja lebih baik dan berprestasi.
Sekarang timbul pertanyaan, mampukah
nilai agama memberikan motivasi kepada seseorang baik sebagai pimpinan atau
bawahan untuk bekerja lebih baik lagi
dan teratur,sehingga amanat pekerjaan yang dibebankan kepada dirinya dapat
dilakukan dengan sebaik-baiknya.
Tidak sedikit orang yang bekerja keras
dengan berbagai aneka ragam kegiatannya ,akan tetapi setelah ditanya jawabnya
semata-mata sebagai insan untuk berbuat sebanyak-banyaknya selagi masih
hidup,dan semua itu didasarkan pada litta’abbudi (semata-mata karena ibadah).
Imbalan materi baginya hanya bersifat sementara,sedangkan bekerja dengan ikhlas
itulah puncak segala kebahagiaan,dengan tanpa mengindahkan pujian atau
sanjungan, hinaan,atau cercaan. Ia semata- mata ingin berbuat baik,berprestasi
yang semaksimal mungkin.
Dengan dilandasi akan perintah
agama, orang akan selalu bersikap jujur tanpa pamrih,tidak putus asa dalam
menunaikan tugas atau cita-cita, sebab putus asa adalah berarti ingkar akan
ketentuan Tuhan. Juga tetap teguh dalam pendirian sekalipun banyak godaan dan
rintangan, percaya kepada diri sendiri dan dan banyak lagi.
Manusia diperintahkan untuk
berikhtiar semaksimal mungkin,sedangkan kegagalan atau keberhasilan adalah
ditangan Tuhan. Kegagalan atau keberhasilan semua adalah ujian Tuhan terhadap
ummatnya,agar tahu diri dalam menerima ni’mat ataupun cobaan.
Motivasi adalah kegiatan yang
terpenting dalam menejemen. Tanpa motivasi
orang buka akan suatu pertanyaan,’’untuk apa bekerja giat,dan apa
kelanjutannya.’’ Ibarat orang berjalan tak tahu arah dan tujuan,kapan sampai
dan harus berhenti.
3.
Motif
Manusia Untuk Bekerja
Penelitian dibidang psikologi dan
sosiologi menejemen telah menghasilkan suatu kesimpulan bahwa setiap orang yang
bekerja digerakkan oleh suatu motif,motif mana pada dasarnya bersumber
pertama-tama pada berbagai macam kebutuhan pokok individual (‘’basic personal
needs).
Dengan
pendekatan semacam di atas, pemecahan masalah motivasi dapat dilakukan melalui
penelitian atas masalah : apa yang dimaksud dengan “kebutuhan pokok individual
(“basic personal needs”) itu.
Penelitian lebih
lanjut atas unsur ‘’basic personal needs’’ ini menghasilkan penemuan yang
beraneka ragam,sesuai dengan sudut pandangan yang digunakan dalam penelitian
itu, atau pandangan yang dianut pada pihak respondent. kebanyakan mereka merumuskan bahwa
unsur keseluruhan yang beraneka ragam itu dapat diklasifikasikan dalam dua
kategori besar:
a.
Kebutuhan
materiil
b.
Kebutuhan
non materiil
mengarah
kepada pemenuhan kebutuhan tadi, dengan unsur kebendaan yang sifatnya
elementer dan fundamental. Keinginan yang didorong oleh kebutuhan alamiah dan
naluriah itu biasa disebut dengan ‘’subsistence needs’’ yaitu kebutuhan yang
langsung berhubungan dengan existensi
daripada manusia. Kebutuhan ini dapat digolongkan dalam 2 bagian:
a.
Yang
sifatnya ‘’ekonomis’’ meliputi kebutuhan-kebutuhan akan :
1.
Makanan.
2.
Pakaian.
3.
Papan
(shelter)
Kebutuhan materiil yang sifatnya ‘’ekonomis’’ini
intensitasnya sangat relative dan subyektif dalam arti batas-batas terpenuhinya
sangat tergantung kepada aspirasi masing-masing individu. Jadi kebutuhan itu
mungkin suatu saat bisa berubah sesuai dengan keadaan seseorang.
Perubahan bisa terjadi karena:
1.usia seseorang.
2.kemampuan yang semakin meningkat untuk memuaskan kebutuhan
tertentu.
3.’’demonstration effect’’ yang dapat mengakibatkan seseorang
memiliki sesuatu yang sesungguhnya apabila dilihat dari segi kemampuannya masih di luar
jangkauan,,akan tetapi karena tidak mau dikatakan ‘’ketinggalan’’lalu pemilikan
benda tersebut dipaksakan.
Sekarang timbul pertanyaan,mungkinkah pada diri seseorang yang
telah menebal jiwa keagamaan terkena sikap ‘’demonstration effect’’ di
atas,sehingga cara apapun bentuknya ditempuh,demi mengejar gengsi dan harga
diri di mata manusia. Tentu saja tidak mungkin, karena mereka memiliki patokan
atau aturan-aturan,dan dia pun mengetahui mana yang dianggap lebih penting
menurut pandangan hidupnya. Oleh karena itu tidaklah berlebih-lebihan bila
ditambahkan di sini,bahwa penyebab yang ke;
4.
Pandangan
hidup; misalnya karena pengaruh agama.
b.
Yang
sifatnya ‘’biologis’’ meliputi kebutuhan-kebutuhan akan:
1.
Kelangsungan
hidup ( survival ).
2.
Perkembangan.
3.
Pertumbuhan
jasmani.
Kebutuhan
non materiil dapat diklasifikasikan dalam 2 golongan yaitu:
a.
Yang
coraknya ‘’psikologis’’ meliputi
berbagai macam ragam kebutuhan kejiwaan antara lain kebutuhan-kebutuhan akan:
1.
Pengakuan
( recognition ).
2.
Kasih
saying ( affection ).
3.
Perhatian
( attention ).
4.
Kekuasaan
( power ).
5.
Kaharuman
nama ( prestige ).
6.
Kedudukan
social ( status ).
7.
Kehormatan
( honour ).
8.
Rasa
berprestasi ( sence of achievement ).
9.
Kebebasan
pribadi ( privacy ).
10.
Rasa bangga ( pride ).
11.
Penghormatan ( respect ).
12.
Nama baik ( reputation ).
13.
Perdamaian ( peace ).
14.
Rasa berbeda dengan yang lain ( sence to be
different ).
15.
Keadilan (justice ).
16.
Kemajuan ( progress ).
b.
Yang
coraknya ‘’sosial.’’ Tidak ada manusia dalam dunia modern ini yang hidup
menyendiri, sama sekali terlepas dari pengaruh lingkungannya. Bahkan dapat
dikatakan bahwa salah satu ciri dari dunia modern adalah semakin banyaknya
organisasi dimana seseorang menjadi anggota, yang tujuan dan kegiatannya dapat
beraneka-ragam, seperti bidang politik, social, keagamaan, kekeluargaan,
profesional, keolahragaan, kebudayaan, kesenian dll.
keanggotaan dalam berbagai organisasi merupakan salah satu cara
untuk memenuhi kebutuhan sosial seseorang. Dikatakan demikian karena kebutuhan
sosial biasanya menampakkaan dirinya
dalam berbagai bentuk naluri, seperti :
·
Sense
of belonging
·
Sense
of participation.
·
Sense
of importance
·
Sense
of achievement.
4.
Keinginan
Individu Lawan Kepentingan Organisasi
Setiap individu memiliki suatu
kebutuhan yang berbeda satu sama lainnya. Masing-masing individu
memprioritaskan yang berlainan mengenai kebutuhan dan keinginannya. Bila
kebutuhan yang satu terpenuhi maka akan berpindah kepada kebutuhan yang
lainnya. Kebutuhan itu pada dasarnya tergantung pada tingkat sampai dimana
kebutuhan pokok secara subyektif dirasakan telah terpenuhi disamping faktor
lain seperti watak, kepribadian, pengaruh lingkungan dll.
Setiap orang secara implisit selalu
membawa keinginan masing-masing dalam suatu organisasi baik yang bersifat
positif maupun negatif . maka setiap organisasi selalu terdapat 2 kepentingan,
yakni kepentingan organisasi dan di lain pihak adalah kepentingan
perseorangan yang berbeda satu sama
lainnya.
Oleh karena itu dedikasi seseorang
pada organisasi pada hakekatnya tergantung pada tingkat sampai sejauh mana
kepentingan individu seseorang sejalan dengan kepentingan organisasi.
Disinilah letak fungsi pimpinan
organisasi untuk membina serta mengarahkan agar kepentingan individu
masing-masing pekerja atau anggota sedapat mungkin bersesuaian atau tidak
bertentangan dengan kepentingan organisasi.
Tugas pimpinan organisasi bukanlah
hanya sekedar mengemukakan berbagai rencana kerja ataupun berupa
perintah-perintah untuk mencapai tujuan organisasi,akan tetapi juga menunjukan
jalan kepada para pekerja atau anggotanya bahwa tujuan organisasi akan membawa
manfaat kepada masing-masing anggota atau pekerja.
Dalam menghadapi masalah semacam ini, maka
pimpinan organisasi disamping mengemban
amanat demi keberhasilan tujuan organisasi juga harus sinkron dengan
kepentingan para anggota atau para pekerja.
Pada hakekatnya setiap organisasi
adalah merupakan tumpukan harapan bagi para anggotanya guna memuaskan berbagai
kebutuhan, baik yang materiil maupun yang non materiil. Tingkatan dedikasi
menentukan pula tingkatan prestasi yang mungkin dicapai seseorang dalam
organisasi.
Cara yang efektif bagi seseorang guna meningkatkan prestasi
adalah dengan jalan menciptakan kondisi organisai yang favorable untuk
tercapainya ‘’basic personal needs’’ seseorang.
Sebaliknya bila dirinya tidak bisa
menciptakan kondisi yang favorable, maka berarti ‘’basic personal needs’’ akan
tidak terpenuhi, dan berarti pula pencapaian prestasi akan terhalang karenanya.
Bila hal semacam ini terjadi, maka
akibatnya ialah tidak adanya kerjasama dan tanggung-jawab bersama (takafulul
ijtima’ ),cara kerja yang simpang-siur,adanya diskriminasi, kurang perhatian
atas faktor manusia, serta janji pimpinan yang kurang ditepati.
Kondisi yang tidak terbina
ini,akibatnya akan menimbulkan kerawanan dan retaknya organisasi, menimbulkan
kekecewaan dan keputusasaan.
5.
Menejer
dan tugas kepemimpinannya.
Keberhasilan atau tidaknya seorang pemimpin dalam menunaikan amanat
yang dibebankan kepadanya tidak hanya ditentukan oleh keterampilan tehnis
(‘’technical skill’’) akan tetapi lebih banyak ditentukan oleh kemampuan
menggerakkan dan mendaya-gunakan orang lain untuk bekerja dengan baik
(‘’managerial skill.”).
Seorang pimpinan yang baik adalah
seseorang yang tidak melaksanakan sendiri tindakan-tindakan yang bersifat
operasional, akan tetapi dalam mengambil keputusan, menentukan kebijaksanaan dan
menggerakkan orang lain untuk melaksanakan keputusan yang diambil sesuai dengan
kebijaksanaan yang telah digariskan. Dan perlu ditekankan sekali lagi di sini,
bahwa dalam islam maka ‘’kepemimpinan adalah amanat dan bukan hak. ‘’ Terbukti
pula dengan hadits Nabi ‘’SAYYIDUL QAUMI KHADIMUHUM.’’
Dalil yang berlaku dalam hubungan
dengan kedua kacakapan ini adalah bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang
dalam organisasi, semakin kurang pula ia
memerlukan technical skill. Sebaliknya semakin rendah kedudukan seseorang dalam
organisasi, ia semakin banyak memerlukan technical skill.
Jadi semakin tinggi seseorang dalam
organisasi, ia harus menjadi seorang ‘’generalist’’ dengan banyak menangani
tugas yang bersifat abstrak, sedangkan semakin rendah kedudukan akan semakin
konkrit tugasnya, dan ia harus menjadi seorang yang ‘’specialist.’’
B.
DIMANA
LETAK PENGARUH AGAMA
Dimana letak pengaruh agama? Banyak
orang yang mengaku bahwa dirinya itu adalah orang islam akan tetapi dia tidak
menerapkan nilai nilai keislaman dalam dirinya,tidak menegakkan syariat
islam,itu bisa kita lihat dalam kehidupan yang sekarang ini,berbagai penelitian
telah menunjukkan belakangan ini dan pada akhirnya mengundang berbagai
pertanyaan, kenapa sistem dan teorinya telah modern, tenaga ahli dikerahkan
akan tetapi ternyata masih banyak penyelewengan. Korupsi, uang semir, suap,
sogok, menandatangani kwitansi kosong masih meraja-lela.
Tentu saja hal itu karena
pelaksana-pelaksanaannya. Ibarat pasukan militer yang diperlengkapi dengan
senjata mutakhir,akan tetapi karena mentalnya bobrok, bagaimanapun akan
mengalami kekalahan. Atau ibarat suasana rumah sakit, gedungnya megah, akan
tetapi di dalamnya tinggal aneka ragam pasien.
Agama disini sifatnya hanyalah
merupakan sumber inspirasi dan motivasi
yang melahirkan tindakan dan sikap seseorang, yang mana dengan landasan itu
segala tindakan akan merasa lebih terkontrol. Disamping tanggung-jawab sesama
manusia, ia merasa terpanggil akan tanggung-jawab terhadap Tuhan, sebagaimana
sadar akan amanat yang diberikan kepadanya sebagai khalifah di muka bumi (
khalifah fil ardl ).
Segala tindakan dan perbuatan,
apapun kedudukannya, baik sebagai pimpinan maupun bawahan, dia akan ingin
mencapai ‘’mardlatillah’’ ( keridhaan Allah ). Hal itu tidak bisa diukur dengan
kepuasan materiil,walaupun pada hakekatnya
akan menghasilkan sesuatu yang bersifat materiil.
Bagaimanapun baik dan rapi program
organisasi , akan tetapi bila pelaksananya bermental bobrok, malahan akan
menimbulkan malapetaka yang dahsyat.
C.
PEMIMPIN YANG RELIGIUS
Pemimpin yang religius-
tidak hanya sekedar memuaskan mereka yang dipimpin, tetapi berupaya
sungguh–sungguh memiliki kerinduan untuk senantiasa memuaskan Tuhan. Artinya
dia hidup dalam perilaku yang sejalan dengan Perintah Tuhan. Dia memiliki misi
untuk senantiasa memuliakan Tuhan dalam setiap apa yang dipikirkan, diucapkan,
dan diperbuatnya. Baginya kekayaan dan kemakmuran adalah untuk dapat memberi
dan beramal lebih banyak. Apapun yang dilakukan bukan untuk mendapat penghargaan,
tapi melayani sesamanya. Dan dia lebih mengutamakan hubungan atau relasi yang
penuh kasih dan penghargaan, dibandingkan dengan status dan kekuasaan semata.
Kader pemimpin sejati
senantiasa mau belajar dan bertumbuh dalam berbagai aspek, baik pengetahuan, kesehatan,
keuangan, relasi, dsb. Setiap harinya senantiasa menyelaraskan (recalibrating)
dirinya terhadap komitmen untuk melayani Tuhan dan sesama. Melalui solitude
(keheningan), prayer (doa), dan scripture (membaca keinginan
Tuhan ).
Kepemimpinan religius
itulah yang juga semestinya dianut di Indonesia ini. Karena dalam susunan
Pancasila sila Ketuhanan Yang Mahaesa sebagai sila pertama. Dari susunan
Pancasila itu semestinya nilai-nilai religius yang pertama dijadikan pegangan
dalam berbagai kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara di Republik ini.
Sayangnya nilai-nilai
religius hanya ditampilkan dalam kehidupan beragama yang lebih menonjolkan
formalitas belaka. Hal ini sangat mungkin disebabkan terlalu jauhnya intervensi
kekuasaan pemerintah dalam mengatur kehidupan beragama. Pada hal beragama
merupakan hak yang paling asasi dan merupakan prevacy individu yang sangat
tidak mungkin dicampuri orang lain. Kalau kehidupan beragama tidak mampu
menampilkan pemimpin yang religius, bukan berarti agama itu yang salah. Sistem
kehidupan dalam mengamalkan ajaran agama itulah yang semestinya disempurnakan.
Dalam kehidupan beragama sebaiknya intervensi kekuasaan ditiadakan. Biarkan
umat dengan lembaga keumatannya masing-masing diberikan kebebasan untuk menjabarkan
nilai-nilai religius dari masing-masing agama. Hal ini akan lebih mendorong
umat beragama tidak berlomba-lomba menampilkan kehidupan beragama yang bersifat
formal. Karena kegiatan yang lebih menonjolkan aspek formal juga sering
dijadikan alasan untuk merebut anggaran negara.
Kegiatan beragama yang lebih bebas akan lebih mementingkan pembentukan sikap
religius dari penampilan yang bersifat formal itu. Kalau sikap religius ini
sudah lebih banyak mendapatkan peluang dalam masyarakat agama, hal itulah
sebagai langkah awal mendapatkan calon-calon pemimpin yang religius. Karena
pemimpin yang religius tidak mungkin turun dari langit begitu saja. Pemimpin
yang religius hanya akan lahir dari keadaan masyarakat yang religius juga.
Masyarakat religius bukanlah masyarakat yang menonjolkan cara beragama yang
formal dan berhura-hura. Cara beragama yang lebih menonjolkan penampilan
formal, berhura-hura akan menghasilkan manusia-manusia yang egois eksklusif.
Manusia yang egois kalau berkesempatan menjadi pemimpin akan lebih mementingkan
diri dan golongannya daripada mengedepankan pengabdian kepada kebenaran.
Untuk membangun sistem beragama yang mampu
menghasilkan pemimpin religius ada baiknya kita tinjau sistem beragama yang
sedang kita lakukan sekarang. Karena pada kenyataannya sistem beragama yang
sedang berlaku dewasa ini justru lebih banyak menghasilkan pemimpin yang lebih
mengutamakan penampilan luar. Sedangkan pemimpin religius akan lahir kalau
agama dijadikan dasar membenahi hati nurani masing-masing. Aplikasi religius
dalam kehidupan sehari-hari akan lebih diutamakan daripada penampilan formal.
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manusia adalah makhluk tuhan yang
paling tinggi dibanding makhluk yang lain. Manusia dianugrahkan kemampuan untuk
berfikir,kemampuan untuk memilah mana yang baik dan mana yang buruk. Dengan
kelebihan itulah manusia seharusnya mampu mengelolah lingkungan dengan baik.
Setelah kita mengkaji kondisi ummat
islam dari segala segi,terutama yang menyangkut keadaan jumlah imamah, kemudian
kita bandingkan dengan ajaran islam yang komprehensif dan universal itu, betapa
jauhnya antara cita-cita dan realita,
antara harapan dan garapan. Keadaan demikian terjadi karena kesimpang- siuran dalam memahami
menghayati dan mengamalkan ajaran islam.
Banyak orang yang mengaku bahwa
dirinya itu adalah orang islam akan tetapi dia tidak menerapkan nilai nilai
keislaman dalam dirinya,tidak menegakkan syariat islam,itu bisa kita lihat
dalam kehidupan yang sekarang ini,berbagai penelitian telah menunjukkan
belakangan ini dan pada akhirnya mengundang berbagai pertanyaan, kenapa sistem
dan teorinya telah modern, tenaga ahli dikerahkan akan tetapi ternyata masih
banyak penyelewengan. Korupsi, uang semir, suap, sogok, menandatangani kwitansi
kosong masih meraja-lela itu semua karena kurangnya kesadaran untuk menerapkan
nilai nilai keislaman dalam dirinya.
Penghayatan terhadap ajaran agamanya
terutama yang menyangkut segi kepemimpinan sangatlah sedikit, atau jarang yang
mau mengerti, konsep atau gagasan
integrasi ummat sebagaimana dicita-citakan
islam(ummatan wahidatan ) belumlah terwujud karena masing-masing masih bangga
dengan golongannya, mengikuti gejolak hawa nafsunya.
oleh karena itu guna menimbulkan cita dan citra ajaran islam sebagai ajaran yang problem
solver ( pemecahan masalah ), sangatlah diperlukan pemimpin yang tahu memahami
kondisi ummat islam, dan mampu menjadi pemimpin yang religious.
Daftar pustaka
Munawir, imam,
EK : Asas-asas kepemimpinan dalam islam, penerbit usaha Nasional
Surabaya-indonesia 1996.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar