MENEJEMEN RISIKO
MAKALAH
(MANAJEMEN PENDIDIKAN
ISLAM)
Disusun Oleh:
JUMIATI
NIM: 1435008
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) DDI MAROS
TAHUN 2015
A.
Manajemen risiko
Dari
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Elemen manajemen risiko
Manajemen risiko adalah suatu
pendekatan terstruktur/metodologi dalam mengelola
ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian aktivitas manusia
termasuk: Penilaian risiko, pengembangan strategi
untuk mengelolanya dan mitigasi risiko dengan
menggunakan pemberdayaan/pengelolaan sumberdaya. Strategi yang dapat diambil
antara lain adalah memindahkan risiko kepada pihak lain, menghindari risiko,
mengurangi efek negatif risiko, dan menampung sebagian atau semua konsekuensi
risiko tertentu. Manajemen risiko tradisional terfokus pada risiko-risiko yang
timbul oleh penyebab fisik atau legal (seperti bencana alam atau kebakaran,
kematian, serta tuntutan hukum. Manajemen risiko keuangan, di sisi lain,
terfokus pada risiko yang dapat dikelola dengan menggunakan instrumen-instrumen
keuangan.
Sasaran dari pelaksanaan
manajemen risiko adalah untuk mengurangi risiko yang berbeda-beda yang
berkaitan dengan bidang yang telah dipilih pada tingkat yang dapat diterima
oleh masyarakat. Hal ini dapat berupa berbagai jenis ancaman yang disebabkan
oleh lingkungan, teknologi, manusia, organisasi dan politik. Di sisi lain
pelaksanaan manajemen risiko melibatkan segala cara yang tersedia bagi manusia,
khususnya, bagi entitas manajemen risiko (manusia, staff, dan organisasi).
Dalam perkembangannya Risiko-risiko yang
dibahas dalam manajemen risiko dapat diklasifikasi menjadi
Hal ini menimbulkan ide untuk menerapkan
pelaksanaan Manajemen Risiko Terintegrasi Korporasi (Enterprise Risk
Management).
Manajemen Risiko dimulai dari proses
identifikasi risiko, penilaian risiko, mitigasi,monitoring dan evaluasi.
Daftar isi
Rekaman tertua terkait pengelolaan risiko
dapat ditemukan pada Piagam Hammurabi (codex Hammurabi),
yang dibuat pada tahun 2100 sebelum masehi.[1] Piagam tersebut
mencantumkan peraturan dimana pemilik kapal dapat meminjam uang untuk membeli
kargo; namun bila dalam perjalanan kapalnya tenggelam atau hilang, ia tidak
perlu mengembalikan uang pinjaman tersebut.
Masa ini disebut sebagai zaman pertama manajemen risiko, di mana
perusahaan hanya melihat risiko non-entrepreneurial (seperti
misalnya keamanan).
Tahun 1970-an dan 1980-an disebut
sebagai zaman kedua manajemen risiko di mana
perusahaan-perusahaan asuransi mulai berusaha
mendorong pengusaha untuk benar-benar
menjaga barang yang diasuransikan.[1] Pada masa ini juga
lahir konsep jaminan mutu (quality
assurance) yang menjamin setiap produk memenuhi spesifikasi standarnya.
Konsep ini dipopulerkan oleh British Standards Institution yang
meluncurkan standar kualitas BS 5750 pada tahun 1979.
Pada tahun 1993, James Lam diangkat
menjadi Chief Risk Office, yang merupakan jabatan CRO pertama di
dunia.[1]
Zaman ketiga manajemen risiko dimulai tahun 1995
dengan diterbitkannya AS/NZS 4360:1995 oleh Standards Australia of the
World's Risk management Standard.[1]
Risiko berhubungan dengan ketidakpastian. Ketidakpastian
ini terjadi oleh karena kurang atau tidak tersedianya cukup informasi tentang
apa yang akan terjadi.
Sesuatu yang tidak pasti (uncertain) dapat
berakibat menguntungkan atau merugikan.menurut Wideman, ketidak pastian yang
menimbulkan kemungkinan menguntungkan dikenal dengan istilah peluang (Opportunity),
sedangkan ketidak pastian yang menimbulkan akibat yang merugikan dikenal dengan
istilah risiko (Risk).
Secara umum risiko dapat diartikan sebagai
suatu keadaan yang dihadapi seseorang atau perusahaan dimana terdapat
kemungkinan yang merugikan. Bagaimana jika kemungkinan yang dihadapi dapat
memberikan keuntungan yang sangat besar sedangkan kalaupun rugi hanya kecil
sekali? Misalnya membeli loterei. Jika beruntung maka akan mendapat hadiah yang
sangat besar tetapi jika tidak beruntung uang yang digunakan membeli loterei
relatif kecil.Apakah ini juga tergolong Risiko? jawabannya adalah hal ini juga
tergolong risiko. Selama mengalami kerugian walau sekecil apapun hal itu
dianggap risiko.
Risiko dapat dikategorikan ke dalam dua
bentuk :
1. risiko spekulatif, dan
2. risiko murni.
Risiko spekulatif adalah suatu keadaan yang
dihadapi perusahaan yang dapat memberikan keuntungan dan juga dapat memberikan
kerugian.
Risiko spekulatif kadang-kadang dikenal
pula dengan istilah risiko bisnis(business risk). Seseorang
yang menginvestasikan dananya disuatu tempat menghadapi dua kemungkinan.
Kemungkinan pertama investasinya menguntungkan atau malah investasinya
merugikan. Risiko yang dihadapi seperti ini adalah risiko spekulatif. Risiko
spekulatif adalah suatu keadaan yang dihadapi yang dapat memberikan keuntungan
dan juga dapat menimbulkan kerugian.
Risiko murni (pure risk) adalah sesuatu
yang hanya dapat berakibat merugikan atau tidak terjadi apa-apa dan tidak
mungkin menguntungkan. Salah satu contoh adalah kebakaran, apabila perusahaan
menderita kebakaran,maka perusahaan tersebut akan menderita kerugian.
kemungkinan yang lain adalah tidak terjadi kebakaran. Dengan demikian,
kebakaran hanya menimbulkan kerugian, bukan menimbulkan keuntungan, kecuali ada
kesengajaan untuk membakar dengan maksud-maksud tertentu. Risiko murni adalah
sesuatu yang hanya dapat berakibat merugikan atau tidak terjadi apa-apa dan
tidak mungkin menguntungkan. Salah satu cara menghindarkan risiko murni adalah
dengan asuransi. Dengan demikian besarnya kerugian dapat diminimalkan. itu
sebabnya risiko murni kadang dikenal dengan istilah risiko yang dapat
diasuransikan ( insurable risk ).
Perbedaan utama antara risiko spekulatif
dengan risiko murni adalah kemungkinan untung ada atau tidak, untuk risiko
spekulatif masih terdapat kemungkinan untung sedangkan untuk risiko murni tidak
dapat kemungkinan untung.
Manajemen resiko merupakan desain
prosedur serta implementasi prosedur untuk mengelola suatu resiko usaha.
Manajemen resiko merupakan antisipasi atas semakin kompleksnya aktivitas badan
usaha atau perusahaan yang dipicu oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan
kemajuan teknologi (Kasidi, 2010). Perbankan adalah badan yang paling potensial
mengalami kegagalan akibat resiko. Tercatat berbagai macam bank yang telah
gagal akibat resiko yang tidak dapat dikendalikan, beberapa dinyatakan bangkrut
(collapse) seperti Westminster Bank Inggris, Baring Bank London dan Bank
Century dan bank lain yang pernah mengalami permasalahan akibat resiko dalam
bidang finansial seperti Citibank, Bank Syariah Bukopin dan Bank Mandiri
(Masyhud Ali, 2006)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), resiko adalah akibat yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu perbuatan atau tindakan. Resiko dalam Webster’s Desk Dictionary resiko didefinisikan sebagai suatu potensi adanya kehilangan (Iban Sofyan, 2004).
Definisi lain yang menjelaskan tentang pengertian resiko adalah kemungkinan terjadinya penyimpangan dari harapan yang dapat menimbulkan kerugian. Resiko adalah suatu kemungkinan terjadinya peristiwa menyimpang dari apa yang diharapkan, namun penyimpangan ini baru terlihat bila sudah berbentuk kerugian (Kasidy, 2010). Pendapat lain juga diutarakan oleh Abbas Salim dalam Kasidy (2010) Resiko adalah ketidakpastian yang mungkin melahirkan kerugian (loss). Sehingga dari beberapa definisi yang telah diutarakan, dapat diambil kesimpulan bahwa resiko adalah sesuatu yang belum pasti namun apabila tidak ditangani dengan tepat akan menimbulkan kerugian bagi usaha tersebut.
Studi Kasus:
Kasus yang menjadi salah satu topik menarik terkait dengan manajemen resiko adalah kasus Penggelapan Bank Mandiri. Salah satu oknum pegawai Kantor Cabang Pembantu Rawa Lumbu Bekasi PT Bank Mandiri Tbk melakukan kerja sama ilegal dengan Manajer Keuangan PT Mexdie Sekawan Utama, Yekti Sartono yang mencairkan cek ilegal di Bank Mandiri senilai Rp 720 juta pada 5 Mei 2010. Pengambilan cek ini menyalahi prosedur perbankan karena otoritas cek adalah dua orang, yakni Anang Syifudin dan Muhammar Fauzan serta stempel perusahaan harus diterakan. Namun cek tersebut hanya ditandatangani satu orang dan itu diduga dipalsukan (stempel palsu dan asli berbeda dengan specimen yang ada di bank).
Sampai saat ini kasus Bank Mandiri ini belum ditindaklanjuti lagi lebih jauh oleh pihak-pihak terkait. Bank Mandiri berpegang teguh pada pendirian mereka yang mengatakan bahwa Risk Management adalah bagian dari proses bisnis yang dapat memberikan kontribusi melalui penerapan risk management untuk mencapai return yang optimal bagi stakeholder yakni pemegang saham, masyarakat, nasabah, pemerintah dan pihak-pihkan yang berhubungan dengan bank (Masyhud Ali, 2006). Di dalam tulisan ini selanjutnya akan dibahas bagaimana kaitan kasus Bank Mandiri dengan faktor penyebab, jenis dan sumber resiko, serta bagaimana Bank Mandiri mampu mengatasi permasalahan resiko tersebut.
ISI
I. IDENTIFIKASI RESIKO
a. Klasifikasi Kerugian
Pada kasus Bank Mandiri, terdapat beberapa potensi kerugian yang akan diderita Bank Mandiri. Yang pertama adalah kerugian finansial dalam jumlah yang sangat besar (720 juta rupiah) serta resiko hilangnya reputasi yang dapat mengancam keberlangsungan perusahaan ke depannya. Tidak dapat dipungkiri, akibat adanya pencairan ilegal akan mampu menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat (social distrust) dari para nasabah terhadap sistem manajemen dan sekuritas finansial bank tersebut. Resiko finansial dapat berujung pada resiko likuiditas, yakni resiko yang mengakibatkan suatu perbankan mengalami kegagalan untuk membayar hutang jangka pendeknya. Masalah ini apabila terus dibiarkan tanpa ditangani lebih lanjut juga akan membawa perbankan pada resiko kegagalan bank dalam membayar hutang jangka panjangnya (solvabilitas).
Salah satu cara alternatif sistem pengklasifikasian kerugian di perusahan Mandiri adalah:
1. Kerugian Finansial
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), resiko adalah akibat yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu perbuatan atau tindakan. Resiko dalam Webster’s Desk Dictionary resiko didefinisikan sebagai suatu potensi adanya kehilangan (Iban Sofyan, 2004).
Definisi lain yang menjelaskan tentang pengertian resiko adalah kemungkinan terjadinya penyimpangan dari harapan yang dapat menimbulkan kerugian. Resiko adalah suatu kemungkinan terjadinya peristiwa menyimpang dari apa yang diharapkan, namun penyimpangan ini baru terlihat bila sudah berbentuk kerugian (Kasidy, 2010). Pendapat lain juga diutarakan oleh Abbas Salim dalam Kasidy (2010) Resiko adalah ketidakpastian yang mungkin melahirkan kerugian (loss). Sehingga dari beberapa definisi yang telah diutarakan, dapat diambil kesimpulan bahwa resiko adalah sesuatu yang belum pasti namun apabila tidak ditangani dengan tepat akan menimbulkan kerugian bagi usaha tersebut.
Studi Kasus:
Kasus yang menjadi salah satu topik menarik terkait dengan manajemen resiko adalah kasus Penggelapan Bank Mandiri. Salah satu oknum pegawai Kantor Cabang Pembantu Rawa Lumbu Bekasi PT Bank Mandiri Tbk melakukan kerja sama ilegal dengan Manajer Keuangan PT Mexdie Sekawan Utama, Yekti Sartono yang mencairkan cek ilegal di Bank Mandiri senilai Rp 720 juta pada 5 Mei 2010. Pengambilan cek ini menyalahi prosedur perbankan karena otoritas cek adalah dua orang, yakni Anang Syifudin dan Muhammar Fauzan serta stempel perusahaan harus diterakan. Namun cek tersebut hanya ditandatangani satu orang dan itu diduga dipalsukan (stempel palsu dan asli berbeda dengan specimen yang ada di bank).
Sampai saat ini kasus Bank Mandiri ini belum ditindaklanjuti lagi lebih jauh oleh pihak-pihak terkait. Bank Mandiri berpegang teguh pada pendirian mereka yang mengatakan bahwa Risk Management adalah bagian dari proses bisnis yang dapat memberikan kontribusi melalui penerapan risk management untuk mencapai return yang optimal bagi stakeholder yakni pemegang saham, masyarakat, nasabah, pemerintah dan pihak-pihkan yang berhubungan dengan bank (Masyhud Ali, 2006). Di dalam tulisan ini selanjutnya akan dibahas bagaimana kaitan kasus Bank Mandiri dengan faktor penyebab, jenis dan sumber resiko, serta bagaimana Bank Mandiri mampu mengatasi permasalahan resiko tersebut.
ISI
I. IDENTIFIKASI RESIKO
a. Klasifikasi Kerugian
Pada kasus Bank Mandiri, terdapat beberapa potensi kerugian yang akan diderita Bank Mandiri. Yang pertama adalah kerugian finansial dalam jumlah yang sangat besar (720 juta rupiah) serta resiko hilangnya reputasi yang dapat mengancam keberlangsungan perusahaan ke depannya. Tidak dapat dipungkiri, akibat adanya pencairan ilegal akan mampu menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat (social distrust) dari para nasabah terhadap sistem manajemen dan sekuritas finansial bank tersebut. Resiko finansial dapat berujung pada resiko likuiditas, yakni resiko yang mengakibatkan suatu perbankan mengalami kegagalan untuk membayar hutang jangka pendeknya. Masalah ini apabila terus dibiarkan tanpa ditangani lebih lanjut juga akan membawa perbankan pada resiko kegagalan bank dalam membayar hutang jangka panjangnya (solvabilitas).
Salah satu cara alternatif sistem pengklasifikasian kerugian di perusahan Mandiri adalah:
1. Kerugian Finansial
·
Kerugian
langsung berupa merosotnya reputasi sehingga pendapatan perusahaan menurun
·
Kerugian
pendapatan seperti penghentian operasional perusahaan yang disebabkan oleh
suatu kerugian dimana tidak dapat ditempatinya ruang kerja tertentu
·
Kerugian
mengganti kewajiban hak orang lain artinya membayar uang kepada korban
penipuan.
·
Kerugian
membayar denda-denda yang disebabkan oleh adanya tuntutan hukum, ketiadaan
peraturan perundang-undangan yang mendukung.
·
Kerugian
biaya dalam membangun citra positif kembali kepada masyarakat.
2. Kerugian Reputasi
·
Kerugian
adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau persepsi
negatif terhadap bank
·
Kerugian
berkurangnya tingkat kepercayaan para pemegang saham perusahaan
·
Kerugian
sulitnya untuk bersaing dengan kompetitor
·
Kerugian
kredibilitas perusahaan menurun di masyarakat
Kerugian lainnya adalah kerugian yang ditimbulkan oleh resiko kepatuhan pegawai (compliance). Pegawai yang tidak patuh dapat merusak keseluruhan sistem kerja. Hal ini disebabkan karena ketidakpatuhan yang dibuatnya dapat mengganggu koordinasi dan pelimpahan tanggung jawab oleh atasannya. Kerahasiaan perusahaan pun dapat terancam dengan munculnya pegawai seperti ini. Mereka akan cenderung mengupayakan berbagai hal untuk memuaskan kepentingan sendiri meskipun harus melanggar peraturan.
b. Faktor Penyebab Resiko
Dua faktor penyebab resiko adalah bencana (perils) dan bahaya (hazards). Banjir, tanah longsor, gempa, gelombang laut tinggi merupakan contoh-contoh bencana yang secara langsung dapat menimbulkan kerugian. Sementara bahaya terbagi atas beberapa jenis :
1. Bahaya fisik (physical hazard) misalnya berhubungan dengan fasilitas
bangunan suatu perusahaan,
2.
Bahaya
moral (moral hazard) misalnya sikap ketidakjujuran atau ketidakdisiplinan.
3.
Bahaya
morale (morale hazard) misalnya sikap yang tidak hati-hati ataupun kurangnya
perhatian dari pihak-pihak terkait dalam suatu perusahaan.
4.
Bahaya
karena hukum atau peraturan (legal hazard) misalnya akibat mengabaikan
undang-undang atau peraturan yang telah ditetapkan.
Pada Kasus Bank Mandiri, faktor penyebab terjadinya resiko adalah berasal dari moral para pegawai Kantor Cabang Pembantu Bank Mandiri. Pegawai tersebut melakukan pencairan cek ilegal yang menimbulkan kerugian besar terhadap keuangan Bank Mandiri tersebut. Masalah kepatuhan juga merupakan resiko yang harus ditanggung Bank Mandiri pada kasus pencairan cek illegal tersebut. Pegawai seharusnya menjadi pihak yang taat dan patuh terhadap peraturan perusahaan dan menjunjung tinggi integritas dan nama baik perusahaan, bukan dengan melanggar peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan itu.
Bahaya moral tidak hanya mengancam Bank Mandiri saja, kasus lain akibat moral dari para pegawai suatu badan/perusahaan misalnya yang terjadi pada kasus Citibank Indonesia yang terlibat pada permasalahan penggelapan dana nasabah. Akibatnya bank tersebut tidak hanya menderita kerugian finansial, tapi juga resiko reputasi, bahkan kepatuhan. Resiko reputasi dan kepatuhan lebih membahayakan keberlangsungan perusahaan daripada resiko finansial. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap bank akan membuat bank tersebut kehilangan dana karena masyarakat akan menarik kembali seluruh dana yang telah tertanam di bank tersebut karena takut akan mengalami kerugian besar. Dana-dana yang ditarik tersebut sebenarnya digunakan untuk menjalankan kegiatan perbankan, namun kerena ada penarikan sejumlah dana dan ketidakinginan masyarakat untuk menabung lagi maka bank tersebut dapat terancam likuiditasnya. Pada fase ini pemerintah dapat melakukan intervensi dengan menutup bank.
c.Sumber Penyebab Resiko
Sumber resiko dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis :
1. Resiko Sosial, resiko ini berasal dari masyarakat. Artinya
tindakan orang-orang menciptakan penyimpangan yang dapat merugikan. Misalnya :
pencurian, huru-hara, peperangan.
2.
Resiko
Fisik, berasal dari fenomena alam dan sebagian tingkah laku manusia. Kebakaran
adalah penyebab utama cidera fisik, kematian maupun kerusakan harta.
3.
Resiko
ekonomi, misalnya inflasi, resesi, fluktuasi dan harga.
Pada kasus Bank Mandiri di atas,
sumber resiko berasal dari permasalahan sosial. Ada sekelompok orang yang
melakukan pencurian sehingga menimbulkan kerugian besar terhadap Bank Mandiri
(Kasidy , 2010). Oknum yang terlibat dalam kasus pencairan cek secara illegal
ini secara langsung dapat dikatakan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas
kerugian bank. Resiko ini cenderung bisa lebih membahayakan daripada resiko
fisik ataupun ekonomi. Karena resiko ini datangnya dari hati nurani seseorang
atau sekelompok manusia, sehingga yang harus memperbaikinya adalah pihak
tersebut. Tidak seperti resiko fisik, pemerintah dapat menanggulanginya dengan
membuat gedung baru misalnya, atau seperti resiko ekonomi, dengan intervensi
pemerintah tingkat inflasi dapat diatur.
d.Jenis Resiko
Resiko dapat dibagi menjadi dua kelompok yakni :
d.Jenis Resiko
Resiko dapat dibagi menjadi dua kelompok yakni :
1. Resiko nonsistematis, yakni resiko yang dapat dihilangkan atau
dikurangi melalui suatu diversifikasi atau tindakan pencegahan dan
penanggulangan resiko.
2.
Resiko
sistematis, resiko yang tidak dapat dihilangkan atau dikurangi melalui
diversifikasi, biasanya berhubungan dengan pasar atau kejadian yang dapat
secara sistematis akan mempengaruhi posisi pasar (Iban Sofyan, 2004)
Selain itu, Kasidy (2010) membagi
jenis resiko menjadi dua yakni :
1. Resiko spekulatif, yakni resiko yang mengandung dua kemungkinan,
baik yang menguntungkan mupun merugikan. Contohnya : perjudian, pembelian saham
atau valuta asing.
2.
Resiko
murni, yakni resiko yang hanya mengandung satu kemungkinan yakni kemungkinan
rugi saja. Contoh : banjir, gempa, gunung meletus dan lain-lain.
Bank Mandiri dalam hal ini dapat digolongkan ke dalam kategori resiko nonsistematis serta resiko spekulatif. Artinya, Bank Mandiri masih dapat dicegah di kemudian hari untuk menghindari peristiwa yang sama. Misalnya seperti yang telah diterapkan Bank Mandiri selama ini dengan membuat Laporan Profil Resiko (LPR) yang menggambarkan penilaian terhadap resiko komposit bank, atau resiko yang dipandang dari sudut pandang bank dan unit bisnis terkait (Masyhud Ali, 2006). Sementara dikatakan resiko spekulatif, karena resiko ini sebenarnya dapat memberikan dua alternatif bagi pelaku pencairan cek ilegal, apabila tidak diketahui tindakan ini akan menguntungkan si pelaku, namun di sisi lain merugikan perbankan. Sebaliknya bila diketahui seperti yang telah terjadi, maka ini akan menimbulkan kerugian bagi si pelaku kejahatan tersebut dan bank dapat dihindarkan dari permasalahan yang lebih serius lagi.
B. CARA PENGENDALIAN RESIKO
Ada beberapa cara yang dapat ditempuh perbankan dalam mengatasi resiko ataupun mencegah terjadinya resiko yang sama ke depannya. Beberapa cara tersebut telah diterapkan Bank Mandiri dalam manajemen resiko perusahaannya.
1. Melakukan tata kelola resiko secara terpadu dengan
pengimplementasian tanggung jawab dan keseuaian kompetensi masing-masing pihak
yang terkait. Misalnya seperti Dewan Komisaris, Direksi, Risk & Capital Committee
(RCC), unit risk management dan unit business yang telah berinteraksi dan
bersinerji secara optimal.
2.
Bank
Mandiri menyusun profil resiko dalam suatu Laporan Profil Resiko, dan digunakan
sebagai laporan pada Bank Indonesia. Dengan demikian, bank dapat memusatkan
perhatiannya pada jenis-jenis resiko yang memiliki tendensi memburuk atau
melebihi kebijakan toleransi bank pada resiko tertentu.
3.
Studi
kasus juga mengungkapkan bahwa Bank Mandiri telah mempersiapkan tenaga
profesionalnya di bidang resiko. Sekaligus juga begaimana Bank Mandiri
melakukan persiapan untuk mengimplementasikan Basel II Accord yang menjadi
penanggung jawab dari seluruh inisiatif strategis bank terkait kepatuhan
pegawai.
4.
Bank
menetapkan kebijakan pengelolaan resiko likuiditas. Misalnya dengan
pemeliharaan cadangan likuiditas yang optimal, pengukuran dan penetapan limit
resiko likuiditas, merancang analisis scenario dan contingency plan, penetapan
strategi pendanaan dan mempertahankan kapasitas dana yang cukup di pasar
(Masyhud Ali, 2006).
KESIMPULAN
·
Bank
Mandiri menderita kerugian finansial, reputasi dan masalah kepatuhan akibat
adanya pencairan cek ilegal. Hal ini mengindikasikan bahwa Bank Mandiri perlu
lebih meningkatkan sistem manajemen resikonya. Kerugian-kerugian tersebut sangat
berdampak pada keberlangsungan Bank Mandiri ke depannya., terutama masalah
kepercayaan masyarakat.
·
Beberapa
hal yang dapat dilakukan Bank Mandiri dalam mengatasi resiko yang terjadi
misalnya dengan menyusun profil resiko, mempersiapkan tenaga kerja yang handal
di bidang resiko, menetapkan kebijakan pengelolaan likuiditas, serta melakukan
tata kelola resiko terpadu.
DAFTAR PUSTAKA
·
Ali,
Masyhud. 2006. Manajemen Resiko. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
·
Iban,
Sofyan. 2004. Manajemen Resiko. Jakarta : Graha Ilmu
·
Kasidi.
2010. Manajemen Resiko. Jakarta : Ghalia Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar