Selasa, 11 Agustus 2015

Tugas  akhir  mata kuliah LEADERSHIP (KEPEMIMPINAN)
DOSEN: A.MUH.YUSRI TEJA,S.pdi,Mpd


DDI-JUGA.TIF KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN







DISUSUN OLEH: HARIANA
NIM: 1331032
SEMESTER: IV
JURUSAN: TARBIYAH



SEKOLAH  TINGGI   AGAMA  ISLAM  DARUD  DAKWAH  WAL-IRSYAD
(STAI  DDI  MAROS)
TAHUN  AKADEMIK  2015







KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami  ucapkan  puji  syukur  atas  kehadirat  Allah  swt,karena  dapat  menyelesaikan  makalah  kami  yang  berjudul “  KEPEMIMPINAN  PENDIDIKAN”tiada  lain  harapan  kami,semoga  makalah  ini  dapat  memberikan  sedikit 
pengetahuan  kepada  para  pembaca.

 Saran  dan  kritik  yang  dapat  membangun  dari  semua  pihak  tentu  di harapkan  jika  dalam  makalah  ini  terdap  kekeliruan  dan  kesalahan  dalam  perumusan.yakinlah  bahwa hal  ini  di luar  dari  kemampuan  kami  untuk  mencermatinya  dan  bukan  merupakan  unsur  kesengajaan.

Akhirnya  kepada  Allah  jualah  kita  serahkan  segalanya  untuk  memberi  ganjaran  atas  hasil  karya  dan  upaya  dalam  penyusunan  makalah  ini.


Minallahi  musta’an  waalaihit tiklan
Maros,3 juni 2015










BAB I
PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang Masalah
Masalah kepemimpinan pendidikan saat ini menunjukan kompleksitas, baik dari segi komponen manajemen pendidikan, maupun lingkungan yang mempengaruhi keberlangungan suatu pendidikan. Persoalan yang muncul bisa spontan, bisa berulang-ulang, makanya diperlukan interaksi yang kreatif dan dinamis antar kepala sekolah , guru dan siswa.
Kepemimpinan merupakan bagian penting dari manajemen yaitu merencanakan dan mengorganisasi, tetapi peran utama kepemimpinan adalah mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini merupakan bukti bahwa pemimpin boleh jadi manajer yang lemah apabila perencanaannya jelek yang menyebabkan kelompok berjalan ke arah yang salah. Akibatnya walaupun dapat menggerakkan tim kerja, namun mereka tidak berjalan kearah pencapaian tujuan organisasi. Guna menyikapi tantangan globalisasi yang ditandai dengan adanya kompetisi global yang sangat ketat dan tajam.

1.2.       Rumusan Masalah
a.         Apa pengertian pemimpin pendidikan?
b.        Bagaimana tipe-tipe kepemimpinan pendidikan?
c.         Apa faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pemimpin dalam manajemen pendidikan?







BAB II
PEMBAHASAN

2.1.       Pengertian Pemimpin Pendidikan
“Pemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan”[1].  Dalam kegiatannya bahwa pemimpin memiliki kekuasaan untuk mengerahkan dan mempengaruhi bawahannya sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakan. Pada tahap pemberian tugas pemimpin harus memberikan suara arahan dan bimbingan yang jelas, agar bawahan dalam melaksanakan tugasnya dapat dengan mudah dan hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Dengan demikian kepemimpinan mencakup distribusi kekuasaan yang tidak sama di antara pemimpin dan anggotanya. Pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan anggota dan juga dapat memberikan pengaruh, dengan kata lain para pemimpin tidak hanya dapat memerintah bawahan apa yang harus dilakukan, tetapi juga dapat mempengaruhi bagaimana bawahan melaksanakan perintahnya. Sehingga terjalin suatu hubungan sosial yang saling berinteraksi antara pemimpin dengan bawahan, yang akhirnya tejadi suatu hubungan timbal balik.
Kata “ pendidikan” menunjukkan arti yang dapat dilihat dari dua segi yaitu: pendidikan sebagai usaha atau proses mendidik dan mengajar seperti yang dikenal sehari-hari. Pendidikan sebagai ilmu pengetahuan yang membahas berbagai masalah tentang hakekat dan kegiatan mendidik dan mengajar dari zaman ke zaman dan mengajar dengan segala cabang-cabangnya yang telah berkembang begitu luas dan mendalam[2].
Dari titik tolak itu dapatlah disimpulkan pengertian “ kepemimpinan pendidikan” adalah sebagai satu kemampuan dan proses mempengaruhi, mengkoordinir dan menggerakan orang-orang lain yang ada hubungan dengan pengembanga ilmu pendidikan dan pelaksanaan pendidikan dan pengajaran, supaya kegiatan-kegiatan yang dijalankan dapat lebih efektif dan efisien di dalam pencapaian tujuan-tujuan  pendidikan.

2.2.       Tipe-Tipe Kepemimpinan Pendidikan
Konsep seorang pemimpin pendidikan tentang kepemimpinan dan kekuasaaan yang memproyeksikan diri dalam bentuk sikap kepemimpinan, sifat dan kegiatan yang dikembangkan dalam lembaga pendidikan yang akan dipimpinnya sehingga akan mempengaruhi  kualitas hasil kerja yang akan dicapai oleh lembaga pendidikan tersebut.
Bentuk-bentuk kepemimpinan sering kita jumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Tetapi  disekolahpun terdapat berbagai macam tipe kepemimpinan ini. Sebagai pemimpin pendidikan yang officiat leader, yang cara kerja dan cara bergaulnya dapat dipertanggungjawabkan dan bisa menggerakkan orang lain untuk turut serta mengerjakan sesuatu yang berguna bagi kehidupannya.
Berdasarkan sifat dan konsep kepemimpinan maka ada tiga tipe pokok kepemimpinan yaitu[3]:
1.      Tipe otoriter (the autocratic style of leadership)
Pada kepemimpinan yang otoriter, semua kebijakan atau “policy” dasar ditetapkan oleh pemimpin sendiri dan pelaksanaan selanjutnya ditugaskan kepada bawahannya. Semua perintah, pemberian tugas dilakukan tanpa mengadakan konsultasi sebelumnya dengan orang-orang yang dipimpinnya. Pemimpin otoriter berasumsi bahwa maju mundurnya organisasi hanya tergantung pada dirinya[4]. Dia bekerja sungguh-sungguh, belajar keras, tertib dan tidak boleh dibantah.
2.      Tipe Laissez faire (laissez-faire style of leadership)
Pada tipe “laissez faire” ini, pemimpin memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada setiap anggota staf di dalam tata prosedure dan apa yang akan dikerjakan untuk pelaksanaan tugas-tugas jabatan mereka. Mereka mengambil keputusan dengan siapa ia hendak bekerjasama. Dalam penetapannya menjadi hak sepenuhnya dari anggota kelompok atau staf lembaga pendidikan itu.
Pemimpin ingin turun tangan bilamana diminta oleh staf, apabila mereka meminta pendapat-pendapat pemimpin tentang hal-hal yang bersifat teknis, maka barulah ia mengemukakan pendapat-pendapatnya. Tetapi apa yang dikatakannya sama sekali tidak mengikat anggota. Mereka boleh menerima atau menolah pendapat tersebut.
Apabila hal ini kita jumpai di sekolah, maka dalam hal ini bila akan menyelenggarakan rapat guru biasanya dilaksanakan tanpa kontak pimpinan (Kepala Sekolah), tetapi bisa dilakukan tanpa acara. Rapat bisa dilakukan selagi anggota/guru-guru dalam sekolah tersebut menghendakinya[5].
3.      Tipe demokratis (demokratic style of leadership)
Dalam tipe kepemimpinan ini seorang pemimpin selalu mengikut sertakan seluruh anggota kelompoknya dalam mengambil keputusan, kepala sekolah yang bersifat demikian akan akan selalu menghargai pendapat anggota/guru-guru yang ada dibawahnya dalam rangka membina sekolahnya.
Sifat kepemimpinan yang demokratis pada waktu sekarang terdapat lebih dari 500 hasil research tentang kepemimpinan, jika bahan itu dimanfaatkan dengan baik maka kita akan dapat mempergunakan sikap kepemimpinan yang baik pula.
Dalam hasil research itu menunjukkan bahwa untuk mencapai kepemimpinan yang demokratis, aktivitas pemimpin harus[6]:
a.         Meningkatkan interaksi kelompok dan perencanaan kooperatif.
b.         Menciptakan iklim yang sehat untuk perkembangan individual dan memecahkan pemimpin-pemimpin yang potensial.
Hasil ini dapat dicapai apabila ada partisipasi yang aktif dari semua anggota kelompok yang berkesempatan untuk secara demokratis memberi kekuasaan dan tanggungjawab.
Pemimpin demokratis tidak melaksanakan tugasnya sendiri. Ia bersifat bijaksana di dalam pembagian pekerjaan dan tanggung jawab. Dapat dikatakan bahwa tanggung jawab terletak pada pundak dewan guru seluruhnya, termasuk pemimpin sekolah. Ia bersifat ramah dan selalu bersedia menolong bawahannya dengan nasehat serta petunjuk jika dibutuhkan[7].

2.3.       Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Pemimpin Dalam Manajemen Pendidikan
Dalam melaksanakan aktivitasnya bahwa pemimpin dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Faktor-faktor tersebut sebagaimana dikemukakan oleh H. Jodeph Reitz (1981) yang dikutif Nanang Fattah, sebagai berikut:
1.        Kepribadian (personality), pengalaman masa lalu dan harapan pemimpin, hal ini mencakup nilai-nilai, latar belakang dan pengalamannya akan mempengaruhi pilihan akan gaya kepemimpinan.
2.        Harapan dan perilaku atasan.
3.        Karakteristik, harapan dan perilaku bawahan mempengaruhi terhadap apa gaya kepemimpinan.
4.        Kebutuhan tugas, setiap tugas bawahan juga akan mempengaruhi gaya pemimpin.
5.        Iklim dan kebijakan organisasi mempengaruhi harapan dan perilaku bawahan.
6.        Harapan dan perilaku rekan[8].
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka jelaslah bahwa kesuksesan pemimpin dalam aktivitasnya dipengaruhi oleh factor-faktor yang dapat menunjang untuk berhasilnya suatu kepemimpinan, oleh sebab itu suatu tujuan akan tercapai apabila terjadinya keharmonisan dalam hubungan atau interaksi yang baik antara atasan dengan bawahan, di samping dipengaruhi oleh latar belakang yang dimiliki pemimpin, seperti motivasi diri untuk berprestasi, kedewasaan dan keleluasaan dalam hubungan social dengan sikap-sikap hubungan manusiawi.
Selanjutnya peranan seorang pemimpin sebagaimana dikemukakan oleh M. Ngalim Purwanto, sebagai berikut :
1.        Sebagai pelaksana (executive)
2.        Sebagai perencana (planner)
3.        Sebagai seorang ahli (expert)
4.        Sebagai mewakili kelompok dalam tindakannya ke luar (external group representative)
5.        Sebagai mengawasi hubungan antar anggota-anggota kelompok (controller of internal relationship)
6.        Bertindak sebagai pemberi gambaran/pujian atau hukuman (purveyor of rewards and punishments)
7.        Bentindak sebagai wasit dan penengah (arbitrator and mediator)
8.        Merupakan bagian dari kelompok (exemplar)
9.        Merupakan lambing dari pada kelompok (symbol of the group)
10.    Pemegang tanggung jawab para anggota kelompoknya (surrogate for individual responsibility)
11.    Sebagai pencipta/memiliki cita-cita (ideologist)
12.    Bertindak sebagai seorang aya (father figure)
13.    Sebagai kambing hitam (scape goat).
Berdasarkan dari peranan pemimpin tersebut, jelaslah bahwa dalam suatu kepemimpinan harus memiliki peranan-peranan yang dimaksud, di samping itu juga bahwa pemimpin memiliki tugas yang embannya, sebagaimana menurut M. Ngalim Purwanto, sebagai berikut :
1.        Menyelami kebutuhan-kebutuhan kelompok dan keinginan kelompoknya.
2.        Dari keinginan itu dapat dipetiknya kehendak-kehendak yang realistis dan yang benar-benar dapat dicapai.
3.        Meyakinkan kelompoknya mengenai apa-apa yang menjadi kehendak mereka, mana yang realistis dan mana yang sebenarnya merupakan khayalan[9].
Tugas pemimpin tersebut akan berhasil dengan baik apabila setiap pemimpin memahami akan tugas yang harus dilaksanaknya. Oleh sebab itu kepemimpinan akan tampak dalam proses di mana seseorang mengarahkan, membimbing, mempengaruhi dan atau menguasai pikiran-pikiran, perasaan-perasaan atau tingkah laku orang lain.
Untuk keberhasilan dalam pencapaian suatu tujuan diperlukan seorang pemimpian yang profesional, di mana ia memahami akan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pemimpin, serta melaksanakan peranannya sebagai seorang pemimpin. Di samping itu pemimpin harus menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan bawahan, sehingga terciptanya suasana kerja yang membuat bawahan merasa aman, tentram, dan memiliki suatu kebebsan dalam mengembangkan gagasannya dalam rangka tercapai tujuan bersama yang telah ditetapkan. 






BAB III
PENUTUP

3.1.       Kesimpulan
Dari pembahasan di atas maka dapat kita tarik sebuah kesimpulan bahwa  kepemimpinan pendidikan adalah Sebagai satu kemampuan dan proses mempengaruhi, mengkoordinir dan menggerakan orang-orang lain yang ada hubungan dengan pengembanga ilmu pendidikan dan pelaksanaan pendidikan dan pengajaran, supaya kegiatan-kegiatan yang dijalankan dapat lebih efektif dan efisien di dalam pencapaian tujuan-tujuan  pendidikan.
Sedangkan sifat dan konsep kepemimpinan itu ada tiga tipe pokok kepemimpinan yaitu: tipe otoriter, tipe laissez faire dan tipe demokrasi. Adapun faktor yang mempengaruhi perilaku pemimpin, diantaranya keahlian dan pengetahuan yang dimilikinya, jenis pekerjaan atau lembaga yang dipimpinnya, sifat-sifat dan kepribadiannya, sifat-sifat dan kepribadian pengikutnya, serta kekuatan-kekuatan yang dimilikinya. Secara internal, seorang pemimpin dapat melakukan hal-hal yang dapat mengembangkan kemampuannya

3.2.       Saran
Berdasarkan pada uraian tersebut di atas, maka penulis mengemukakan saran-saran sebagai berikut :
1.        Dalam membuat suatu rencana atau manajemen pendidikan hendaknya para pemimpin memahami keadaan atau kemampuan yang dimiliki oleh para bawahannya, dan dalam pembagian pemberian tugas sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
2.        Pemimpin hendaknya memahami betul akan tugasnya sebagai seorang pemimpin.
3.        Dalam melaksanakan akvititasnya baik pemimpin ataupun yang dipimpin menjalin suatu hubungan kerjsama yang saling mendukung untuk tercapainya tujuan organisasi atau instnasi.

DAFTAR PUSTAKA


Indrafachru, Soekarto,dkk. 1983. Pengantar kepemimpinan pendidikan. Surabaya: Usana offset printing
Mulyadi.  2010. Kepemimpinan kepala sekolah. Malang: Uin-Maliki Press (Anggota Ikapi)
Nanang Fattah. 1996. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Rosdakarya
Purwanto, Ngalim. 1981. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Mutiara Sumber-Sumber Benih Kecerdasan Soetopo hendyat,dkk. 1984. Kepemimpinan dan supervisi pendidikan. Malang: Bina Aksara





[1]Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung : Rosdakarya, 1996) hal. 88
[2]Indrafachru,soekarto,dkk. 1983. Pengantar kepemimpinan pendidikan. Surabaya: Usana offset printing hal 32
[3]Ibid. hal 49
[4]Mulyadi.  2010. Kepemimpinan kepala sekolah. Malang: Uin-Maliki Press (Anggota Ikapi) hal. 45
[5]Soetopo hendyat,dkk. 1984. Kepemimpinan dan supervisi pendidikan. Malang : Bina Aksara. Hal. 8
[6]Ibid. hal  11
[7]Indrafachrudi, soekarto. Opcit .hal  22
[8]Nanang Fattah, Op. cit., hal. 102
[9]Ngalim Purwanto, Administrasi Pendidikan, (Jakarta : Mutiara Sumber-Sumber Benih Kecerdasan, 1981), hal. 38-39

Tidak ada komentar:

Posting Komentar