Selasa, 11 Agustus 2015

Tugas Akhir Mata kuliah Leadership( kepemimpinan )
Dosen : A. Muh. Yusri Teja, S.pd. M.pd

Pengaruh Sikap Keagamaan (Religious) Terhadap Pembinaan Menejemen


logo ddi.jpg





Disusun oleh:
Nama : Karnita
 Nim : 1331031

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
DARUD DAKWAH WAL-IRSYAD
2015


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt., yang atas rahmat-Nya maka kami dapat menyelesaikan Tugas  makalah akhir semester mata kuliah ‘’leadhership’’
Didalam makalah ini kami akan membahas masalah ‘’Pengaruh Sikap Keagamaan ( Religious ) Terhadap Pembinaan Menejemen.’’
Makalah ini kami buat sesuai kemampuan kami masing-masing, Kami menyadari Didalam makalah ini  masih banyak kekurangan-kekurangan, baik pada teknis penulisan,maupun cara penyajian makalah, pemaparan materi yang benar, mengingat akan kemampuan yang kami miliki, meskipun kami telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan makalah ini tapi jika masih banyak terdapat kesalahan, kami mohon maaf.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan makalah  kami kedepannya..
Sekian dan Terimakasih

Maros , 05 Juni 2015

                              Penulis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………….. ii
DAFTAR ISI………………………………………………………  iii
BAB I. PENDAHULUAN………………………………………..   1
 A.Latar Belakang ………………………………………………..    1
 B.Rumusan Masalah……………………………………………..    1
BAB II. PEMBAHASAN………………………………………… 2
A. Pengaruh sikap keagamaan terhadap pembinaan menejemen…   2
B. Dimana Letak pengaruh agama ……………………………….    12
C. Pemimpin yang religious    ……………………………………    14
BAB III. PENUTUP  ……………………………………………    16
A. Kesimpulan …………………………………………………..     16
DAFTAR PUSTAKA            ……………………………………………    18





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Islam sebagai agama yang tidak hanya menitik beratkan pada segi ritual (upacara ibadah ) sebagaimana yang lazim dianut oleh agama lainnya,maka segi muamalah seharusnya mewarnai tindakan dan sikap seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari, terutama yang ada sangkut pautnya dengan kehidupan dan penghidupan.
            Akan tetapi, penghayatan dan pengalaman di bidang muamalah semakin tidak banyak terdengar. Ketika sejarah islam mengalami masa kejumudan berfikir.Akibatnya citra tentang islam  hanya terbatas pada masalah shalat, zakat, haji dan ibadah lain yang semacam itu. Sedangkan mengenai kepribadian yang seharusnya dimiliki  oleh seorang muslim kurang mendapat gambaran yang nyata. Hal ini karena kekeliruan dalam meresapi agama yang di peluknya,atau karena perilaku yang tidak sesuai dengan ibadah yang ia lakukan sehari hari.sebagai akibatnya, kesan negative seperti pandai berkhayal, tapi tidak pandai berkarya, pandai mereaksi tapi tidak pandai berkreasi,pandai mengejek tapi tidak pandai mengajak  selalu tergambar pada  profil pemimpin islam pada umumnya.
            Agama sebagai sumber inspirasi dan motivasi seharusnya mampu memberi  warna pada gerak dan tindakan manusia dalam segala lapangan kehidupan,baik sebagai pimpinan maupun bawahan,dalam melakukan supervisi maupun kegiatan  lainnya. Lebih lebih bila pada dirinya sadar sebagai khalifah fil ardl(wakil tuhan di muka bumi) maka segala tindakannya harus tidak bertentangan dengan peraturan tuhan. Bila apa yang dilakukan itu bertentangan maka berarti menyalahi kedudukannya sebagai khalifah.
            Islam bukanlah formalisme kosong yang hanya mengawang dalam dunia khayal,akan tetapi harus tercermin dalam perilaku perbuatan. Bahkan sangat  tercela dan mendapat kutukan tuhan,bila pada diri seseorang mau dan mampu memerintahkan atau menganjurkan kepada orang lain agar berbuat sesuatu,sedang dirinya sendiri enggan mengerjakannya.  Istilah ‘’ibda binafsik’’(mulailah dari dirimu sendiri) sudah bukan hal yang baru dalam kalangan masyarakat islam.sehingga pimpinan yang ditaati adalah pimpinan yang seimbang antar ucapan dan perbuatan,pengakuan dan kelakuan.

B.     Rumusan Masalah
1. Apa saja pengaruh sikap keagamaan (religious ) terhadap pembinaan menejemen?
2. Dimanakah letak pengaruh agama?
3. Bagaimanakah seharusnya kepemimpinan yang religious itu ?




BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGARUH SIKAP KEAGAMAAN TERHADAP PEMBINAAN MENEJEMEN
1.      Peranan Manusia Dalam Menejemen.
Tidaklah bisa di pungkiri, bahwa  bagaimanapun baiknya ‘’tata laksana’’ akan tetapi  bila manusianya rusak dalam segala-galanya, dan akan tidak berlakulah segala teori yang sudah begitu dirumuskan.
            ‘’menejemen adalah proses memimpin dan melancarkan pekerjaan dari orang orang yang terorganisir secara formal sebagai kelompok  untuk memperkuat tujuan yang di inginkan “ (management is the process of directing and facilitating the work  of people organized in formal group to achieve adesired goal). Menurut pendapat John D. Millst.
            Pendapat yang  lain mengatakan bahwa”menejemen adalah proses dan perangkat yang mengarahkan serta membimbing kegiatan-kegiatan suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan’’ (management is the process and agency with direct and guides the operations of an organization in the realizing of established aims) menurut pandangan Ordway  Tead.
            Meskipun masing masing definisi itu berbeda, akan tetapi ada unsur persamaan,  yakni mengenai ‘’manusia’’nya bagaimana ia harus mampu betindak memimpin dan mengarahkan bawahannya agar tujuannya itu dapat dicapai.
            Pengertian menejemen selalu diterapkan dalam hubungan dengan usaha suatu kelompok manusia dan tidak  pada usaha satu orang tertentu walaupun penerangan terhadap satu orang ini tidak mustahil. Kelompok manusia atau unsur kelompok manusia ini adalah unsur  dasar terpenting dalam menejemen hingga tergantung pada kemampuan menggerakkan orang-orang ini pulalah sukses tidaknya kegiatan seorang pimpinan.
            Auren Auris mengetengahkan 3 kategori  kemahiran yang harus dimiliki oleh seorang menejer yaitu :
1.                  Kemampuan atau keahlian yang berkaitan dengan hubungan kerja kemanusiaan (human relations skill”), seperti sebagaiman memupuk jalinan kerja sama yang baik antara atasan dan bawahan dan bagaiman pula melakukan koordinasi sesama menejer.
2.                  Procedural dan administrative (‘’ procedural and administrative skills”) seperti mengendalikan  tata usaha dan mempergunakan waktu kerja dengan efektif.
3.                  Pribadi  (“personal skills”) seperti tingkah-laku perbuatan sehari-hari, pengaturan daya ingatan, pemusatan fikiran dan lain-lain.
Rex F. Harlow mengemukakan 3 kemahiran dasar yang diperlukan bagi seorang pimpinan, yaitu :
1.                  Kemahiran tehnis yang cukup untuk melakukan upaya daripada tugas khususnya yang menjadi tanggung jawabanya (tehnical skill).
2.                  Kemahiran yang bercorak kemanusiaan yang cukup dalam bekerja dengan sesamanya guna menciptakan keserasian kelompok  yang efektif dan yang mampu menumbuhkan kerja sama diantara anggota-anggota bawahan yang ia pimpin (“human skill”).
3.                  Kemahiran menyelami keadaan yang cukup untuk menemukan antara hubungan dari berbagai factor yang tersangkut dalam suasana itu,yang biasa memberikan petunjuk kepadanya dalam mengambil langkah-langkah yang dimaksud, sehingga mencapai hasil yang maximal  bagi organisasi  secara keseluruhan (“conceptual skill”).
Dalam melakukan missi kepemimpinannya, maka,haruslah diperlukan 4 unsur yang sangat menentukan suksesnya kepemimpinan ,yakni ‘’man’’ ,‘’money,’’ material,’’ dan method’’ atau dapat disingkat menjadi 4 M.
Organisasi pada dasarnya mengandung pengertian suatu bentuk  kerja sama antara manusia untuk mencapai tujuan bersama. Dari  pengertian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa hakekat organisasi adalah ‘’kerja sama antara manusia-manusia .’’
Dari hakekat ini unsur ‘’manusia dapat dianggap sebagai unsur terpenting karena tidak adanya unsur manusia akan meniadakan existensi daripada organisasi.
            Dengan demikian maka nyatalah sudah,bahwa fungsi atau kegiatan menejemen, (planning,organizing,actuating,controlling) secara langsung maupun tidak langsung selalu bersangkutan dengan unsur manusia.planning dalam menejemen adalah ciptaan manusia,organizing,selain mengatur unsur-unsur lain juga selalu menyangkut unsur manusia,actuating adalah proses menggerakkan manusia-manusia  yang menjadi anggota organisasi,sedang controlling diadakan agar pelaksana menejemen (manusia-manusia ) selalu dapat meningkatkan hasil kerjanya.
            Jadi sukses atau tidaknya suatu organisasi untuk bagian yang besar tergantung pada orang-orang yang menjadi anggotanya.betapa pun sempurna rencana-rencana,organisasi dan pengawasan serta penelitiannya,bila orang-orang tidak melakukan pekerjaan yang diwajibkan,malas,menunda-nunda waktu, sering melakukan kecurangn, mak seorang menejer tidak  akan mencapai hasil sebanyak yang sebenarnya dicapai.
Oleh karena itu  pola pemikiran menejemen modern sekarang ini banyak didasarkan dan diorientasikan pada faktor manusia sebagai unsur yang terpenting dari pada menejemen itu.
            Pola pemikiran semacam ini pula yang menjelmakan aliran atau filsafat terbaru dalam menejemen yang kini disebut ‘’people centered management’’ yaitu filsafat menejemen yang secara rasional dan realistis meyakini bahwa keberhasilan atau tidaknya suatu proses menejemen untuk bagian yang terbesar ditentukan oleh faktor manusia yang terlibat dalam proses menejemen yang bersangkutan.oleh karena itu dalam prinsip maupun pelaksanaan daripada menejemen factor manusia itu perlu dijadikan bahan pertimbangan yang utama.
2.                  Agama dan Motivasi
motif.adakalanya motif itu  negative  dan adakalanya positif,tergantung pada persepsi manusia itu dalam memandang lingkungan atau falsafah kehidupan yang dianut.
Motivasi adalah ‘’proses pemberian motif (yant mendorong yntuk bergerak ) dan bekerja  pada seseorang sehingga ia mau bekerja dengan ikhlas demi tujuan organisasi secara efisien .’’memberikan motivasi adalah tugas yang dilakukan oleh menejer dalam memberi inspirasi,semangat dan dorongan kepada orang lain untuk bekerja lebih baik dan berprestasi.
Sekarang timbul pertanyaan, mampukah nilai agama memberikan motivasi kepada seseorang baik sebagai pimpinan atau bawahan  untuk bekerja lebih baik lagi dan teratur,sehingga amanat pekerjaan yang dibebankan kepada dirinya dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya.
Tidak sedikit orang yang bekerja keras dengan berbagai aneka ragam kegiatannya ,akan tetapi setelah ditanya jawabnya semata-mata sebagai insan untuk berbuat sebanyak-banyaknya selagi masih hidup,dan semua itu didasarkan pada litta’abbudi (semata-mata karena ibadah). Imbalan materi baginya hanya bersifat sementara,sedangkan bekerja dengan ikhlas itulah puncak segala kebahagiaan,dengan tanpa mengindahkan pujian atau sanjungan, hinaan,atau cercaan. Ia semata- mata ingin berbuat baik,berprestasi yang semaksimal mungkin.
Dengan dilandasi akan perintah agama, orang akan selalu bersikap jujur tanpa pamrih,tidak putus asa dalam menunaikan tugas atau cita-cita, sebab putus asa adalah berarti ingkar akan ketentuan Tuhan. Juga tetap teguh dalam pendirian sekalipun banyak godaan dan rintangan, percaya kepada diri sendiri dan dan banyak lagi.
Manusia diperintahkan untuk berikhtiar semaksimal mungkin,sedangkan kegagalan atau keberhasilan adalah ditangan Tuhan. Kegagalan atau keberhasilan semua adalah ujian Tuhan terhadap ummatnya,agar tahu diri dalam menerima ni’mat ataupun cobaan.
Motivasi adalah kegiatan yang terpenting dalam menejemen. Tanpa motivasi  orang buka akan suatu pertanyaan,’’untuk apa bekerja giat,dan apa kelanjutannya.’’ Ibarat orang berjalan tak tahu arah dan tujuan,kapan sampai dan harus berhenti.
3.                  Motif Manusia Untuk Bekerja
Penelitian dibidang psikologi dan sosiologi menejemen telah menghasilkan suatu kesimpulan bahwa setiap orang yang bekerja digerakkan oleh suatu motif,motif mana pada dasarnya bersumber pertama-tama pada berbagai macam kebutuhan pokok individual (‘’basic personal needs).
        Dengan pendekatan semacam di atas, pemecahan masalah motivasi dapat dilakukan melalui penelitian atas masalah : apa yang dimaksud dengan “kebutuhan pokok individual (“basic personal needs”) itu.
            Penelitian lebih lanjut atas unsur ‘’basic personal needs’’ ini menghasilkan penemuan yang beraneka ragam,sesuai dengan sudut pandangan yang digunakan dalam penelitian itu, atau pandangan yang dianut pada pihak  respondent. kebanyakan mereka merumuskan bahwa unsur keseluruhan yang beraneka ragam itu dapat diklasifikasikan dalam dua kategori besar:
a.                   Kebutuhan materiil
b.                  Kebutuhan non materiil
 mengarah  kepada pemenuhan kebutuhan tadi, dengan unsur kebendaan yang sifatnya elementer dan fundamental. Keinginan yang didorong oleh kebutuhan alamiah dan naluriah itu biasa disebut dengan ‘’subsistence needs’’ yaitu kebutuhan yang langsung  berhubungan dengan existensi daripada manusia. Kebutuhan ini dapat digolongkan dalam 2 bagian:

a.                   Yang sifatnya ‘’ekonomis’’ meliputi kebutuhan-kebutuhan akan :
1.                  Makanan.
2.                  Pakaian.
3.                  Papan (shelter)
Kebutuhan materiil yang sifatnya ‘’ekonomis’’ini intensitasnya sangat relative dan subyektif dalam arti batas-batas terpenuhinya sangat tergantung kepada aspirasi masing-masing individu. Jadi kebutuhan itu mungkin suatu saat bisa berubah sesuai dengan keadaan seseorang.
Perubahan bisa terjadi karena:
1.usia seseorang.
2.kemampuan yang semakin meningkat untuk memuaskan kebutuhan tertentu.
3.’’demonstration effect’’ yang dapat mengakibatkan seseorang memiliki sesuatu yang sesungguhnya apabila dilihat  dari segi kemampuannya masih di luar jangkauan,,akan tetapi karena tidak mau dikatakan ‘’ketinggalan’’lalu pemilikan benda tersebut dipaksakan.
Sekarang timbul pertanyaan,mungkinkah pada diri seseorang yang telah menebal jiwa keagamaan terkena sikap ‘’demonstration effect’’ di atas,sehingga cara apapun bentuknya ditempuh,demi mengejar gengsi dan harga diri di mata manusia. Tentu saja tidak mungkin, karena mereka memiliki patokan atau aturan-aturan,dan dia pun mengetahui mana yang dianggap lebih penting menurut pandangan hidupnya. Oleh karena itu tidaklah berlebih-lebihan bila ditambahkan di sini,bahwa penyebab yang ke;
4.                  Pandangan hidup; misalnya karena pengaruh agama.
b.                  Yang sifatnya ‘’biologis’’ meliputi kebutuhan-kebutuhan akan:
1.                  Kelangsungan hidup ( survival ).
2.                  Perkembangan.
3.                  Pertumbuhan jasmani.
Kebutuhan non materiil dapat diklasifikasikan dalam 2 golongan yaitu:
a.                   Yang coraknya  ‘’psikologis’’ meliputi berbagai macam ragam kebutuhan kejiwaan antara lain kebutuhan-kebutuhan akan:
1.      Pengakuan ( recognition ).
2.      Kasih saying ( affection ).
3.      Perhatian ( attention ).
4.      Kekuasaan ( power ).
5.      Kaharuman nama ( prestige ).
6.      Kedudukan social ( status ).
7.      Kehormatan ( honour ).
8.      Rasa berprestasi ( sence of achievement ).
9.      Kebebasan pribadi ( privacy ).
10.   Rasa bangga ( pride ).
11.   Penghormatan ( respect ).
12.   Nama baik ( reputation ).
13.   Perdamaian ( peace ).
14.   Rasa berbeda dengan yang lain ( sence to be different ).
15.   Keadilan (justice ).
16.   Kemajuan ( progress ).
b.                  Yang coraknya ‘’sosial.’’ Tidak ada manusia dalam dunia modern ini yang hidup menyendiri, sama sekali terlepas dari pengaruh lingkungannya. Bahkan dapat dikatakan bahwa salah satu ciri dari dunia modern adalah semakin banyaknya organisasi dimana seseorang menjadi anggota, yang tujuan dan kegiatannya dapat beraneka-ragam, seperti bidang politik, social, keagamaan, kekeluargaan, profesional, keolahragaan, kebudayaan, kesenian dll.
keanggotaan dalam berbagai organisasi merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan sosial seseorang. Dikatakan demikian karena kebutuhan sosial biasanya menampakkaan dirinya  dalam berbagai bentuk naluri, seperti :
·         Sense of belonging
·         Sense of participation.
·         Sense of importance
·         Sense of achievement.
4.      Keinginan Individu Lawan Kepentingan Organisasi
Setiap individu memiliki suatu kebutuhan yang berbeda satu sama lainnya. Masing-masing individu memprioritaskan yang berlainan mengenai kebutuhan dan keinginannya. Bila kebutuhan yang satu terpenuhi maka akan berpindah kepada kebutuhan yang lainnya. Kebutuhan itu pada dasarnya tergantung pada tingkat sampai dimana kebutuhan pokok secara subyektif dirasakan telah terpenuhi disamping faktor lain seperti watak, kepribadian, pengaruh lingkungan dll.
Setiap orang secara implisit selalu membawa keinginan masing-masing dalam suatu organisasi baik yang bersifat positif maupun negatif . maka setiap organisasi selalu terdapat 2 kepentingan, yakni kepentingan organisasi dan di lain pihak adalah kepentingan perseorangan  yang berbeda satu sama lainnya.
Oleh karena itu dedikasi seseorang pada organisasi pada hakekatnya tergantung pada tingkat sampai sejauh mana kepentingan individu seseorang sejalan dengan kepentingan organisasi.
Disinilah letak fungsi pimpinan organisasi untuk membina serta mengarahkan agar kepentingan individu masing-masing pekerja atau anggota sedapat mungkin bersesuaian atau tidak bertentangan dengan kepentingan organisasi.
Tugas pimpinan organisasi bukanlah hanya sekedar mengemukakan berbagai rencana kerja ataupun berupa perintah-perintah untuk mencapai tujuan organisasi,akan tetapi juga menunjukan jalan kepada para pekerja atau anggotanya bahwa tujuan organisasi akan membawa manfaat kepada masing-masing anggota atau pekerja.
 Dalam menghadapi masalah semacam ini, maka pimpinan organisasi  disamping mengemban amanat demi keberhasilan tujuan organisasi juga harus sinkron dengan kepentingan para anggota atau para pekerja.
Pada hakekatnya setiap organisasi adalah merupakan tumpukan harapan bagi para anggotanya guna memuaskan berbagai kebutuhan, baik yang materiil maupun yang non materiil. Tingkatan dedikasi menentukan pula tingkatan prestasi yang mungkin dicapai seseorang dalam organisasi.
Cara yang efektif  bagi seseorang guna meningkatkan prestasi adalah dengan jalan menciptakan kondisi organisai yang favorable untuk tercapainya ‘’basic personal needs’’ seseorang.
Sebaliknya bila dirinya tidak bisa menciptakan kondisi yang favorable, maka berarti ‘’basic personal needs’’ akan tidak terpenuhi, dan berarti pula pencapaian prestasi akan terhalang karenanya.
Bila hal semacam ini terjadi, maka akibatnya ialah tidak adanya kerjasama dan tanggung-jawab bersama (takafulul ijtima’ ),cara kerja yang simpang-siur,adanya diskriminasi, kurang perhatian atas faktor manusia, serta janji pimpinan yang kurang ditepati.
Kondisi yang tidak terbina ini,akibatnya akan menimbulkan kerawanan dan retaknya organisasi, menimbulkan kekecewaan dan keputusasaan.
5.                  Menejer dan tugas kepemimpinannya.
Keberhasilan atau tidaknya seorang pemimpin dalam menunaikan amanat yang dibebankan kepadanya tidak hanya ditentukan oleh keterampilan tehnis (‘’technical skill’’) akan tetapi lebih banyak ditentukan oleh kemampuan menggerakkan dan mendaya-gunakan orang lain untuk bekerja dengan baik (‘’managerial skill.”).
Seorang pimpinan yang baik adalah seseorang yang tidak melaksanakan sendiri tindakan-tindakan yang bersifat operasional, akan tetapi dalam mengambil keputusan, menentukan kebijaksanaan dan menggerakkan orang lain untuk melaksanakan keputusan yang diambil sesuai dengan kebijaksanaan yang telah digariskan. Dan perlu ditekankan sekali lagi di sini, bahwa dalam islam maka ‘’kepemimpinan adalah amanat dan bukan hak. ‘’ Terbukti pula dengan hadits Nabi ‘’SAYYIDUL QAUMI KHADIMUHUM.’’
Dalil yang berlaku dalam hubungan dengan kedua kacakapan ini adalah bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam organisasi, semakin kurang  pula ia memerlukan technical skill. Sebaliknya semakin rendah kedudukan seseorang dalam organisasi, ia semakin banyak memerlukan technical skill.
Jadi semakin tinggi seseorang dalam organisasi, ia harus menjadi seorang ‘’generalist’’ dengan banyak menangani tugas yang bersifat abstrak, sedangkan semakin rendah kedudukan akan semakin konkrit tugasnya, dan ia harus menjadi seorang yang ‘’specialist.’’
B.                 DIMANA LETAK PENGARUH AGAMA
Dimana letak pengaruh agama? Banyak orang yang mengaku bahwa dirinya itu adalah orang islam akan tetapi dia tidak menerapkan nilai nilai keislaman dalam dirinya,tidak menegakkan syariat islam,itu bisa kita lihat dalam kehidupan yang sekarang ini,berbagai penelitian telah menunjukkan belakangan ini dan pada akhirnya mengundang berbagai pertanyaan, kenapa sistem dan teorinya telah modern, tenaga ahli dikerahkan akan tetapi ternyata masih banyak penyelewengan. Korupsi, uang semir, suap, sogok, menandatangani kwitansi kosong masih meraja-lela.
Tentu saja hal itu karena pelaksana-pelaksanaannya. Ibarat pasukan militer yang diperlengkapi dengan senjata mutakhir,akan tetapi karena mentalnya bobrok, bagaimanapun akan mengalami kekalahan. Atau ibarat suasana rumah sakit, gedungnya megah, akan tetapi di dalamnya tinggal aneka ragam pasien.
Agama disini sifatnya hanyalah merupakan sumber inspirasi  dan motivasi yang melahirkan tindakan dan sikap seseorang, yang mana dengan landasan itu segala tindakan akan merasa lebih terkontrol. Disamping tanggung-jawab sesama manusia, ia merasa terpanggil akan tanggung-jawab terhadap Tuhan, sebagaimana sadar akan amanat yang diberikan kepadanya sebagai khalifah di muka bumi ( khalifah fil ardl ).
Segala tindakan dan perbuatan, apapun kedudukannya, baik sebagai pimpinan maupun bawahan, dia akan ingin mencapai ‘’mardlatillah’’ ( keridhaan Allah ). Hal itu tidak bisa diukur dengan kepuasan materiil,walaupun pada hakekatnya  akan menghasilkan sesuatu yang bersifat materiil.
Bagaimanapun baik dan rapi program organisasi , akan tetapi bila pelaksananya bermental bobrok, malahan akan menimbulkan malapetaka yang dahsyat.


C.                 PEMIMPIN YANG RELIGIUS
Pemimpin yang religius- tidak hanya sekedar memuaskan mereka yang dipimpin, tetapi berupaya sungguh–sungguh memiliki kerinduan untuk senantiasa memuaskan Tuhan. Artinya dia hidup dalam perilaku yang sejalan dengan Perintah Tuhan. Dia memiliki misi untuk senantiasa memuliakan Tuhan dalam setiap apa yang dipikirkan, diucapkan, dan diperbuatnya. Baginya kekayaan dan kemakmuran adalah untuk dapat memberi dan beramal lebih banyak. Apapun yang dilakukan bukan untuk mendapat penghargaan, tapi melayani sesamanya. Dan dia lebih mengutamakan hubungan atau relasi yang penuh kasih dan penghargaan, dibandingkan dengan status dan kekuasaan semata.
Kader pemimpin sejati senantiasa mau belajar dan bertumbuh dalam berbagai aspek, baik pengetahuan, kesehatan, keuangan, relasi, dsb. Setiap harinya senantiasa menyelaraskan (recalibrating) dirinya terhadap komitmen untuk melayani Tuhan dan sesama. Melalui solitude (keheningan), prayer (doa), dan scripture (membaca keinginan Tuhan ).
Kepemimpinan religius itulah yang juga semestinya dianut di Indonesia ini. Karena dalam susunan Pancasila sila Ketuhanan Yang Mahaesa sebagai sila pertama. Dari susunan Pancasila itu semestinya nilai-nilai religius yang pertama dijadikan pegangan dalam berbagai kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara di Republik ini.
Sayangnya nilai-nilai religius hanya ditampilkan dalam kehidupan beragama yang lebih menonjolkan formalitas belaka. Hal ini sangat mungkin disebabkan terlalu jauhnya intervensi kekuasaan pemerintah dalam mengatur kehidupan beragama. Pada hal beragama merupakan hak yang paling asasi dan merupakan prevacy individu yang sangat tidak mungkin dicampuri orang lain. Kalau kehidupan beragama tidak mampu menampilkan pemimpin yang religius, bukan berarti agama itu yang salah. Sistem kehidupan dalam mengamalkan ajaran agama itulah yang semestinya disempurnakan.
            Dalam kehidupan beragama sebaiknya intervensi kekuasaan ditiadakan. Biarkan umat dengan lembaga keumatannya masing-masing diberikan kebebasan untuk menjabarkan nilai-nilai religius dari masing-masing agama. Hal ini akan lebih mendorong umat beragama tidak berlomba-lomba menampilkan kehidupan beragama yang bersifat formal. Karena kegiatan yang lebih menonjolkan aspek formal juga sering dijadikan alasan untuk merebut anggaran negara.
            Kegiatan beragama yang lebih bebas akan lebih mementingkan pembentukan sikap religius dari penampilan yang bersifat formal itu. Kalau sikap religius ini sudah lebih banyak mendapatkan peluang dalam masyarakat agama, hal itulah sebagai langkah awal mendapatkan calon-calon pemimpin yang religius. Karena pemimpin yang religius tidak mungkin turun dari langit begitu saja. Pemimpin yang religius hanya akan lahir dari keadaan masyarakat yang religius juga.
            Masyarakat religius bukanlah masyarakat yang menonjolkan cara beragama yang formal dan berhura-hura. Cara beragama yang lebih menonjolkan penampilan formal, berhura-hura akan menghasilkan manusia-manusia yang egois eksklusif. Manusia yang egois kalau berkesempatan menjadi pemimpin akan lebih mementingkan diri dan golongannya daripada mengedepankan pengabdian kepada kebenaran.
 Untuk membangun sistem beragama yang mampu menghasilkan pemimpin religius ada baiknya kita tinjau sistem beragama yang sedang kita lakukan sekarang. Karena pada kenyataannya sistem beragama yang sedang berlaku dewasa ini justru lebih banyak menghasilkan pemimpin yang lebih mengutamakan penampilan luar. Sedangkan pemimpin religius akan lahir kalau agama dijadikan dasar membenahi hati nurani masing-masing. Aplikasi religius dalam kehidupan sehari-hari akan lebih diutamakan daripada penampilan formal.
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manusia adalah makhluk tuhan yang paling tinggi dibanding makhluk yang lain. Manusia dianugrahkan kemampuan untuk berfikir,kemampuan untuk memilah mana yang baik dan mana yang buruk. Dengan kelebihan itulah manusia seharusnya mampu mengelolah lingkungan dengan baik.
Setelah kita mengkaji kondisi ummat islam dari segala segi,terutama yang menyangkut keadaan jumlah imamah, kemudian kita bandingkan dengan ajaran islam yang komprehensif dan universal itu, betapa jauhnya antara  cita-cita dan realita, antara harapan dan garapan. Keadaan demikian terjadi karena  kesimpang- siuran dalam memahami menghayati  dan mengamalkan ajaran islam.
Banyak orang yang mengaku bahwa dirinya itu adalah orang islam akan tetapi dia tidak menerapkan nilai nilai keislaman dalam dirinya,tidak menegakkan syariat islam,itu bisa kita lihat dalam kehidupan yang sekarang ini,berbagai penelitian telah menunjukkan belakangan ini dan pada akhirnya mengundang berbagai pertanyaan, kenapa sistem dan teorinya telah modern, tenaga ahli dikerahkan akan tetapi ternyata masih banyak penyelewengan. Korupsi, uang semir, suap, sogok, menandatangani kwitansi kosong masih meraja-lela itu semua karena kurangnya kesadaran untuk menerapkan nilai nilai keislaman dalam dirinya.
Penghayatan terhadap ajaran agamanya terutama yang menyangkut segi kepemimpinan sangatlah sedikit, atau jarang yang mau mengerti, konsep atau gagasan  integrasi  ummat sebagaimana dicita-citakan islam(ummatan wahidatan ) belumlah terwujud karena masing-masing masih bangga dengan golongannya, mengikuti gejolak hawa nafsunya.
oleh karena itu  guna menimbulkan cita dan citra  ajaran islam sebagai ajaran yang problem solver ( pemecahan masalah ), sangatlah diperlukan pemimpin yang tahu memahami kondisi ummat islam, dan mampu menjadi pemimpin yang religious.










Daftar pustaka
Munawir, imam, EK : Asas-asas kepemimpinan dalam islam, penerbit usaha Nasional Surabaya-indonesia 1996.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar