Selasa, 11 Agustus 2015

TUGAS FINAL MAKALAH KEPEMIMPINAN
DOSEN OLEH : A.Yusri Teja  S.Pd.I, M.Pd

“KEPEMIMPINAN KHULLAFAUL RASYIDIN”


DISUSUN OLEH:


NAMA: NURHASNI
NIM: 13 31 016




SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUL DAKWAH WAL-IRSYAD (STAI DDI) MAROS
TAHUN 2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Penulisan makalah ini merupakan  tugas akhir yang diberikan dalam mata kuliah Kepemimpinan .
Dalam Penulisan makalah ini saya merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang saya miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat saya harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Dosen saya  yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini.
BAB I
                                      PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Nabi Muhammad SAW wafat pada tanggal 12 Rabiulawal tahun 11 H atau tanggal 8 Juni 632 M. Sesaat setelah beliau wafat, situasi di kalangan umat Islam sempat kacau. Hal ini disebabkan Nabi Muhammad SAW tidak menunjuk calon penggantinya secara pasti. Dua kelompok yang merasa paling berhak untuk dicalonkan sebagai pengganti Nabi Muhammad SAW adalah kaum Muhajirin dan Anshar.
            Terdapat perbedaan pendapat antara Kaum Muhajirin dan Anshar karena kaum Muhajirin mengusulkan Abu Bakar as Shiddiq, sedangkan kaum Anshar mengusulkan Sa’ad bin Ubadah sebagai pengganti nabi Muhammad SAW.
Perbedaan pendapat antara dua kelompok tersebut akhirnya dapat diselesaikan secara damai setelah Umar bin Khatab mengemukakan pendapatnya. Selanjutnya, Umar menegaskan bahwa yang paling berhak memegang pimpinan sepeninggal Rasulullah adalah orang-orang Quraisy. Alasan tersebut dapat diterima oleh kedua belah pihak.
            Keberhasilan Muhammad dalam membangun peradaban dunia dan kemudian ditambah lagi dengan kegemilangan generasi para sahabat yang mewariskan sistem dan nilai luhur saat tampil memegang tongkat kepemimpinan setelahnya merupakan torehan sejarah yang layak dicatat dengan tinta emas. Khulafaur Rasyidin adalah bukti dari suksesnya pewarisan sistem dan nilai tersebut, wafatnya nabi tidak serta-merta menjadikan islam kehilangan mercusuar peradabannya karena memang risalah ilahiyah ini tidak pernah bergantung pada satu namapun. Ditangan empat khalifah yang pertama inilah yaitu Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar Ibnul Khattab, Utsman Bin Affan, dan Ali Bin Abi Thalib, Islam telah mencapai puncak kejayaannya. Sebuah prestasi yang belum berulang dua kali sampai hari ini. hingga suatu hari datang dan merebaknya fitnah yang disulut oleh kedengkian musuh-musuh Islam.

 B. Rumusan Masalah
            Dari latar belakang tersebut, maka dalam makalah ini akan membahas mengenai beberapa masalah, antara lain :
1) Apa pengertian dari Khulafaur Rasyidin ?
2) Siapa sajakah yang termasuk Khulafaur Rasyidin ?
3) Bagaimana pemerintahan dari masing-masing khalifah tersebut ?















                                            
               BAB II
                                       PEMBAHASAN

 1. PENGERTIAN KHULAFAUL RASYIDIN
            Khulafaur Rasyidin menurut bahasa artinya para pemimpin yang mendapatkan petunjuk dari Allah SWT. Sedangkan menurut istilah yaitu para khalifah (pemimpin umat Islam) yang melanjutkan kepemimpinan Rasulullah SAW sebagai kepala negara (pemerintah) setelah Rasulullah SAW wafat.
            Rasulullah SAW meninggal dunia tidak hanya sebagai seorang Nabi yang diutus Allah SWT untuk menyampaikan risalah agama Islam, namun lebih dari itu Beliau juga seorang kepala negara yang memimpin suatu negara. Oleh karena itu, jabatannya sebagai kepala pemerintahan harus ada yang menggantikannya.
            Maka setelah Rasulullah wafat, para sahabat Muhajirin maupun sahabat Anshor berkumpul untuk bermusyawarah mengangkat seorang pemimpin diantara mereka. Pengangkatan seorang pemimpin atas dasar musyawarah yang dilakukan secara demokratis sesudah wafatnya Nabi inilah yang disebut Khulafaur Rasyidin. Jumlahnya ada 4 orang, yaitu:
a. Abu Bakar as Shiddiq
b. Umar bin Khatab
c. Usman bin Affan
d. Ali bin Abu Thalib
            Sesudah Ali bin Abu Thalib, para pemimpin umat Islam (khalifah) tidak termasuk Khulafaur Rasyidin karena mereka merubah sistem dari pemilihan secara demokratis menjadi kerajaan, yaitu kepemimpinan didasarkan atas dasar keturunan seperti halnya dalam sistem kerajaan.
2.KEPEMIMPINAN KHULAFAUL RASYIDIN
 A. ABU BAKAR AS-SHIDDIQ ( 11 – 13 H = 632 – 634 M )
            Khalifah pertama sesudah wafatnya Nabi Muhammad SAW adalah Abu Bakar as Shiddiq. Nama aslinya adalah Abdullah bin Abi Ghufah. Dipanggil Abu Bakar yang berarti ayah dari seorang gadis, karena memang Abu Bakar mempunyai anak gadis yang bernama Aisyah yang kemudian menjadi istri Rasulullah SAW.
            Dia termasuk Assabiqunal awwalun yaitu orang yang mula-mula masuk agama Islam. Mendapat julukan as Shiddiq karena dialah yang selalu membenarkan apa yang ada pada diri Rasulullah SAW. Diantara para sahabat Nabi, dialah yang tertua dan yang paling dekat hubungannya dengan Nabi. Dialah yang menemani Nabi saat berhijrah dari Mekkah menuju Madinah. Usianya 3 tahun lebih muda daripada Nabi.
            Melihat kedekatan hubungan dengan Nabi tersebut, maka para sahabat baik sahabat Muhajirin (orang yang ikut hijrah bersama Nabi atau penduduk asli Mekkah) dan sahabat Anshor (penolong / penduduk asli Madinah) semuanya sepakat untuk mengangkat Abu Bakar sebagai khalifah yang pertama.
            Pada masa kepemimpinannya, usaha-usaha yang telah dilakukannya adalah:
a) Menghadapi para pemberontak yang terdiri atas orang-orang yang murtad (keluar dari agama Islam) serta orang-orang yang tidak mau membayar zakat.
b) Menghadapi orang-orang yang mengaku dirinya sebagai Nabi (nabi palsu) seperti: Musailamah Al Kazab, Al Aswad, Tulaihah dan Sajjah Tamamiyah.
c) Mengumpulkan tulisan-tulisan Al-Qur’an menjadi 1 kumpulan, mengingat banyak para sahabat penghafal Al-Qur’an yang gugur dalam peperangan menghadapi orang-orang yang murtad.
            Lantas, bagaimanakah sikap kita seandainya diberi kesempatan menjadi pemimpin? Ada hal menarik yang patut kita contoh pada diri Abu Bakar r.a ketika diangkat menjadi seorang khalifah menggantikan Rasulullah SAW. Segera setelah dibaiat Abu Bakar berpidato: “Hai umat, aku telah diangkat untuk memerintahmu. Sebenarnya aku terpaksa menerimanya. Aku bukanlah orang yang terpandai dan termulia dari kamu. Bila aku benar dukunglah bersama-sama, tetapi jika aku menyimpang dari tugasku, betulkanlah bersama-sama. Jujur dan lurus adalah amanat, sedang bohong dan dusta adalah penghianatan.
            Kaum yang lemah diantara kamu adalah kuat dalam pandanganku hingga haknya diperolehnya. Orang yang kuat dari kalanganmu adalah lemah dihadapanku hingga aku rebut hak itu dari padanya. Perjuangan dan jihad itu sekali-kali janganlah ditinggalkan. Kaum yang meninggalkan jihad itu akan dipukul kehinaan. Patuhlah kepadaku selama aku mematuhi Allah dan Rasul-Nya. Dikala aku mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, kamu tidak wajib patuh lagi kepadaku.”
Selanjutnya dalam kehidupan sehari-hari, Abu Bakar sebagai seorang khalifah atau pemimpin negara, dengan mencontoh Rasulullah Saw, tetap dalam kesederhanaan. Antara Abu Bakar dan rakyat tak ada tabir dan dinding pagar pembatas. Rumahnya boleh dikunjungi setiap waktu dan terbuka bagi rakyat. Ia bisa ditemui di mana saja. Pakaian, makanan, dan penghidupannya sangatlah bersahaja.
Alkisah, suatu hari Abu Bakar keluar ke Pasar Madinah memakai baju dari kulit kambing. Ketika kejadian itu dilihat keluarganya, mereka buru-buru datang kepada Abu Bakar dan berkata: “Hai khalifah, engkau sungguh-sungguh membuat malu kami di mata kaum muhajirin, Anshar, dan orang Arab.” Lalu Abu Bakar menjawab: “Apakah kamu bermaksud agar aku menjadi seorang Raja yang angkuh di zaman Jahiliyah dan angkuh di zaman Islam?”
Ketika Abu Bakar hendak meninggal, ia berkata kepada putrinya Aisyah: “Hai Aisyah, unta yang kita minum susunya, juga bejana tempat kita mencelupkan pakaian, serta baju qathifah yang saya pakai, semuanya hanya dapat kita gunakan selama saya berkuasa. Dan bila aku meninggal, seluruhnya harus dikembalikan kepada Umar.” Maka ketika Abu bakar meninggal, Aisyah mengembalikan semua barang tersebut kepada Umar bin Khaththab.
Kisah yang lainnya, tatkala seorang wanita kampung bernama Unaisar berkata: “Hai Abu Bakar, apakah engkau masih dapat menolong kami memerah susu kambing seperti sebelum menjadi khalifah?” Jawab Abu Bakar: “Insya Allah aku akan tetap bersedia menolong kamu.” Demikianlah sosok Abu Bakar sebagai kepala negara yang telah berhasil menaklukkan dua kerajaan besar (Syiria dan Persia) masih menyediakan waktu untuk memeraskan susu kambing untuk para wanita sekampungnya.
Sekarang, bagaimana dengan kita? Apakah kita juga harus mencontoh apa adanya sikap dan kepribadian Abu Bakar tersebut. Tentu tidak demikian, karena situasi dan kondisi sejarah sangatlah jauh berbeda dengan zaman khalifah Abu Bakar. Namun demikian, paling tidak kita harus mencontoh kesederhanaannya sebagai seorang pemimpin, tak sewenang-wenang, jauh dari gaya hidup mewah, tiada angkuh dan tidak sombong.
            Abu Bakar hanya memimpin selama 2 tahun, karena pada tahun 13 H Abu Bakar meninggal dunia karena sakit yang dideritanya dalam usia 63 tahun dan dikubur di samping makam Rasulullah.
B. UMAR BIN KHATHAB ( 13 – 23 H= 634 – 644 M)

            Umar bin Khathab adalah putra Naufal Al Quraisyi dari Bani Ady. Sebelum Islam suku Bani Ady terkenal sebagai suku yang terpandang mulia, megah, dan berkedudukan tinggi. Masuk Islam pada tahun ke enam dari kenabian, berwatak keras dan pemberani, tapi juga lemah lembut sering menyamar sebagai rakyat jelata. Usaha-usaha Khallifah Umar bin Khathab antara lain :
            a. Pembagian wilayah kekuasaan islam menjadi beberapa bagian (propinsi) yang masing-masing propinsi di pimpin oleh seseorang Amirul mukminin. Hal ini mengingat semakin luasnya daerah kekuasaan Islam.
            b. Pembentukan dewan-dewan pemerintahan seperti dewan perbendaharaan negara (Baitul maal), dewan peradilan (Qadhil Qudhah), dewan pertahanan dsb.
            c. Penetapan tahun Hijriyah yang dimulai penanggalannya dari hijrah nabi dari Mekkah ke Madinah.
            d. Pembemtukan urusan kehakiman dan pembangunan Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Masjid Aqsha, dll.
            e. Memperluas daerah kekuasaan Islam dan penyebaran agama Islam ke beberapa daerah seperti: Damaskus, Mesir, Babilonia dan beberapa bekas jajahan Romawi Timur.
            Melihat keberhasilan Umar bin Kathab ini, banyak musuh dari negara lain hendak membunuh khalifah. Maka seorang tahanan perang Nahawan yang bernama Fairus( Abu Lu’lu’) dari bangsa Persia dan menjadi hamba atau budak dari Mughiroh bin Syu’bah sakit hati dan dendam kepada khalifah atas hancurnya kekaisaran Persia. Maka pada suatu hari tepatnya pada tahun 23 H khalifah Umar meninggal dunia karena dibunuh oleh Abu Lu’lu.
 C.USMAN BIN AFFAN (23 – 35 H = 644 – 656 M)
1. Utsman Sebelum Masuk Islam
Utsman dilahirkan di mekkah pada tahun 573 masehi bertepatan dengan tahun ke enam dari kelahiran nabi saw. Ayahandanya ‘Affan ibn Abi Ash keturunan Bani Umayyah yang cukup disegani pada saat itu. Dan jika ditelusuri silsilah keturunannya dengan nabi maka akan bertemu pada kakeknya yang keenam yakni Abdi Manaf Ibnu Qushay. Utsman adalah saudagar sukses yang berlimpah kekayaan harta. Namun, meski demikian beliau dikenal sebagai sosok yang rendah hati, pemalu, dan dermawan sehingga beliau begitu dihormati oleh masyarakat di sekelilingnya.
                                  
2. Utsman Memeluk Islam
            Masuknya utsman kedalam Islam berawal dari sebuah suara dalam mimpinya di bawah rindang pohon antara maan dan azzarqa yang menyarankan agar beliau segera kembali ke Mekkah sebab orang yang bernama Muhammad telah muncul membawa ajaran baru yang kelak akan merubah dunia sebagai utusan Tuhan. Setelah terbangun dari mimpinya beliau bergegas kembali ke Mekkah dan menanyakan hal ihwal ataupun makna yang tersimpan dari kejadian yang menimpanya. Kemudian beliau bertemu dengan Abu Bakar dan mengajaknya untuk mengikuti langkahnya yang lebih dahulu memeluk Islam. Lalu menghadaplah keduanya kepada Rasulullah untuk menyatakan keislamannya. Sungguh tak terbilang pengorbanannya terhadap Islam, tak terbatas pada hartanya saja yang selalu dibelanjakan di jalan Allah nyawanya pun teramat sering terancam dengan berbagai pengucilan dan penyiksaan dari kerabat dan pemuka Quraisy ketika mereka tahu keislamannya. Di sisi lain Allah serta Rasulnya begitu mencintainya sehingga pernah satu riwayat disebutkan bahwa beliau adalah salah satu penghuni syurga yang akan menemani Rasul kelak.


3. Utsman Menjadi Khalifah
Pembai’atan Utsman sebagai khalifah berdasar kesepakatan enam orang sahabat termasuk dirinya yang telah ditunjuk langsung oleh Umar ibn Khattab untuk menjadi penggantinya yang akan melanjutkan kepemimpinan dan perjuangannya dalam menyebarkan Islam ke penjuru dunia. Dari masa inilah awal pengangkatan seorang khalifah secara demokratis dengan jalan musyawarah yang diwakili oleh keenam orang sahabat sepanjang sejarah manusia.
Setelah menerima amanat kekhalifahan tersebut, beliau menjalankan semua kebijakan yang ada pada masa umar sambil menerapkan kebijakan-kebijakan baru demi perkembangan Islam.

Bagaimana pun juga Utsman telah terpilih sebagai khalifah sedangkan ia percaya pada kejujurannya terhadap agama Allah dan terhadap kemampuan Negara dan umat. Utsman sebagai khalifah mempunyai hak dalam memilih cara untuk menjalankan kekuasaannya, selama ia selalu memperhatikan dasar-dasr pokok yang ditetapkan Allah dan yang dijalankan oleh Rasul-Nya serta kedua sahabatnya. Demikianlah, ia memulai naungan prinsip-prinsip yang erat menjalankan tugas dan tanggung-jawabnya dengan tekat dan ketepatan. 

Pada tahun pertama dari khilafah Ustman, yaitu tahun 24 H, negeri Rayyi berhasil ditaklukan. Sebulumnya negeri ini pernah ditaklukan, namun kemudian dibatalkan. Ustman mengangkat Sa’ad bin Abi Waqqash menjadi gubernur Kufah menggantikan Mughirah bin Syu’bah.
Beliau juga berhasil menyatukan orang dalam bacaan dan tulsan Al-Qur’an yang terpercaya setelah berkembangnya bacaan yang dihawatirkan dapat membingungkan orang. Beliau juga telah memperluas Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
Separuh pertama dari masa pemerintahan, Ustman berlangsung dengan penuh kedamaian, namun setelah itu muncul berbagai permusuhan yang rumit. Perpecahan, perlawanan dan pemberontakan terjadi dimana-mana. Permusuhan yang  hebat terjadi pada keluarga sahabat Nabi yang telah terbina ukhuwah Islamiyahnya.

Pada tahun 33  H, Abdullah bin Mas’ud bin Abi Sarh menyerbu Habasyah. Seperti diketahui Utsman banyak mengangkat kerabatnya dari Bani Umayyah untuk menduduki berbagai jabatan. Hal ini menimbulkan ketidaksenangan orang banyak terhadap Utsman. Hal inilah yang dimanfaatkan pihak Yahudi, yaitu Abdullah bin Saba’ dan teman-temannya untuk membangkitkan fitnah. Orang-orang menggugat Utsman atas kebijakan-kebijakannya mengangkat para kerabatnya.

Kekhalifahan Utsman dicap oleh sebagian besar kalangan munafik yang diprakarsai oleh Abdullah Bin Saba’ dengan mengatakan bahwa khalifah selalu mementingkan keluarganya. Dengan kata lain dipemimpinannya diwarnai oleh nepotisme untuk memperkuat klainnya, Bani Umayyah. Ketidakpuasan tersebut ditunjukan terhadap para gubernur keturunan Umayyah yang banyak melakukan penyimpangan-penyimpangan wewenang kenegaraan untuk menumpuk kekayaan mereka tanpa dapat teguran dari khalifah sendiri, dan juga terhadap kelompok yang melawan kekuasaan mereka yang berasal dari putra Abu Bakar yang menuduh keluarga Umayah telah merampas kekuasaan ayahnya, yang pada perkembangannya menimbulkan gelombang pemberontakan melawan khalifah.

            Utsman mengumpulkan para gubernur dan bermusyawarah. Akhirnya Utsman memerintahkan agar menjinakkan hati para pemberontak dan pembangkang tersebut dengan memberi harta dan mengirim mereka ke medan perperangan lain dan pos-pos perbatasan.  

            Selain itu, terdapat juga masalah lain, yaitu terjadi perbedaan antar mushaf yang menimbulkan perkara yang dikemudian hari menyebabkan timbulnya tujuh macam bacaan yang terkenal. Utsman berkehendak melenyapkan perbedaan dan perselisihan tersebut. Dalam imannya yang mutlak terhadap keharusan dari penyingkirkan itu tidak ada maksud apa-apa kecuali satu tujuan, yaitu menghimpun kaum muslimin seluruhnya diatas satu mushaf.

            Ditengah merebaknya adu domba dari para Bani Umaiyah  yang menyebabkan kekacauan yang hebat dan membuat Utsman merasa terdesak dan tak berdaya, serta pada situasi genting, Ali terus menasihati Utsman sampai saat terakhir hidupnya agar menghilangkan kesedihan rakyat dan memberikan imbalan kepada mereka atas penindasan yang mereka alami, supaya pemerintahannya lepas dari bahaya.
            Demikianlah, Utsman memberikan tekadnya yang lurus kepada tanggung jawabnya yang besar, memenuhinya dengan kebenaran, kemampuan dan keberaniannya.
Betapapun kritik yang dilontarkan kepada Utsman atas kebijakannya dalam memilih para gubernur dan pembantunya, kita harus menyadari bahwa kebijakan itu merupakan ijtihad pribadinya. Jadi bukan berdasarkan nafsunya, melainkan berdasarkan ijtihad. Dan para sahabat yang mengkritiknya pun dalam rangka menasihati dengan berdasar pada ijtihad pula, yang mana hal ini adalah positif dan bermanfaat.

4. Perluasan Wilayah Islam
            Seperti yang telah dikemukakan diatas bahwasanya Utsman harus bekerja lebih keras lagi dalam mempertahankan dan melanjutkan perjuangan panji Islam sebab berbagai ancaman dan rintangan akan semakin berat untuknya mengingat pada masa sebelumnya telah tersiar tanda-tanda adanya negeri yang pernah ditaklukkan oleh Islam hendak berbalik memberontak padanya. Namun demikian, meski disana-sini banyak kesulitan beliau sanggup meredakan dan menumpas segala pembangkangan mereka, bahkan pada masa ini Islam berhasil tersebar hampir ke seluruh belahan dunia mulai dari Anatolia, dan Asia kecil, Afganistan, Samarkand, Tashkent, Turkmenistan, Khurasan dan Thabrani Timur hingga Timur Laut seperti Libya, Aljazair, Tunisia, Maroko dan Ethiopia. Maka Islam lebih luas wilayahnya jika dibandingkan dengan Imperium sebelumnya yakni Romawi dan Persia karena Islam telah menguasai hampir sebagian besar daratan Asia dan Afrika.

5. Pembentukan Armada Laut Islam Pertama
Ide atau gagasan untuk membuat sebuah armada laut Islam sebenarnya telah ada sejak masa kekhalifahan Umar Ibn khattab namun beliau menolaknya lantaran khawatir akan membebani kaum muslimin pada saat itu. Setelah kekhalifahan berpindah tangan pada Utsman maka gagasan itu diangkat kembali kepermukaan dan berhasil menjadi kesepakatan bahwa kaum muslimin memang harus ada yang mengarungi lautan meskipn sang khalifah mengajukan syarat untuk tidak memaksa seorangpun kecuali dengan sukarela. Berkat armada laut ini wilayah Islam bertambah luas setelah menaklukkan pulau Cyprus meski harus melewati peperangan yang melelahkan.      
                                              

6. Kodifikasi Al-Qur’an          
Masa penyusunan Al-qur’an memang telah ada pada masa Khalifah Abu Bakar atas usulan Umar Bin Khaththab yang kemudian disimpan ditangan istri Nabi Hafsah binti Umar. Berdasar pertimbangan bahwa banyak dari para penghafal Al-Qur’an yang gugur usai peperangan Yamamah. Kini setelah Ustman memegang tonggak kepemimpinan dan bertambah luas pula wilayah kekuasaan Islam maka banyak ditemukan perbedaan lahjah dan bacaan terhadap Al-Qur’an. Inilah yang mendorong beliau untuk menyusun kembali Al-Qur’an yang ada pada Hafsah dan menyeragamkannya kedalam bahasa Quraisy agar tidak terjadi perselisihan antara umat dikemudian hari. Seperti halnya kitab suci umat lain yang selalu berbeda antar sekte yang satu dengan yang lainnya.      
          
Maka diutuslah beberapa orang kepercayaannya untuk menyebarkan Al-Qur’an hasil kodifikasinya ke beberapa daerah penting antara lain Makkah, Syiria. Kuffah, Syam, Bashrah dan Yaman. Kemudian Beliau menginstruksikan untuk membakar seluruh mushaf yang lain dan berpatokan pada mushaf yang baru yang diberi nama Mushaf Al-Iman.

7. Akhir Masa Kepemimpinan
Satu dekade pertama kepemimpinan Ustman adalah masa yang dipenuhi dengan prestasi penting dan kesejahteraan ekonomi yang tiada duanya, terkecuali pada dua tahun terakhir yang berbanding terbalik dengan sebelumnya kondisi serba sulit akibat merebaknya fitnah dan kedengkian musuh-musuh Islam yang diarahkan padanya sehingga beliau syahid dengan amat tragis pada jum’at sore 18 Dzulhijjah 35 H ditangan pemberontak Islam.
D. ALI BIN ABU THALIB ( 35 – 40 H = 656 – 661 M)
            Ali bin Abu Thalib adalah anak dari paman Nabi Muhammad SAW yang bernama Abu Thalib. Sejak kecil telah bergaul dengan Rasulullah SAW karena Nabi juga diasuh oleh Abu Thalib. Setelah Nabi Muhammad SAW berkeluarga, maka Ali ikut dengan Nabi Muhammad SAW.
            Ali lahir di Mekkah pada tahun 661 H. Termasuk Assabiqunal awalun dan orang yang paling muda dari beberapa orang yang pertama kali masuk agama Islam, karena pada waktu itu usianya baru 8 tahun. Dia merupakan seorang pemimpin yang cerdas, jujur, pemberani, adil, dan pandai dalam strategi perang karena setiap peperangan yang dihadapi oleh umat Islam, Ali selalu mengikutinya dan berada di barisan paling depan sebagai panglima yang mengatur strategi pasukan Islam. Jika Rasullullah Saw. adalah gudang ilmu, maka Ali ibarat kunci untuk membuka gudang tersebut.
            Saat Rasullullah Saw. hijrah, beliau menggantikan Rasullullah tidur di tempat tidurnya sehingga orang-orang Quraisy yang hendak membunuh Nabi terpedaya. Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali dinikahkan Nabi dengan putri kesayangannya Fatimah az-Zahra.
Ali tidak hanya tumbuh menjadi pemuda cerdas, namun juga berani dalam medan perang. Bersama Dzulfikar, pedangnya, Ali banyak berjasa membawa kemenangan di berbagai medan perang seperti Perang Badar, Perang Khandaq, dan Perang Khaibar.
            Setelah wafatnya Rasullullah, timbul perselisihan perihal siapa yang akan diangkat menjadi khalifah. Kaum Syiah percaya Nabi Muhammad telah mempersiapkan Ali sebagai khalifah. Tetapi Ali dianggap terlalu muda untuk menjabat sebagai khalifah. Pada akhirnya Abu Bakar yang diangkat menjadi khalifah pertama.
            Setelah terbunuhnya Utsman bin Affan, keadaan politik Islam menjadi kacau. Atas dasar tersebut, Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah mendesak agar Ali segera menjadi khalifah. Ali kemudian dibaiat beramai-ramai, menjadikannya khalifah pertama yang dibaiat secara luas. Namun kegentingan politik membuat Ali harus memikul tugas yang berat untuk menyelesaikannya.
 Setelah dewasa, Rasulullah SAW menikahkannya dengan salah satu puterinya yang bernama Siti Fatimah.
            Proses pengangkatan Ali sebagai khalifah melalui musyawarah di kalangan umat Islam, namun demikian keadaan umat Islam pada waktu itu sudah mengalami perpecahan yang hebat. Banyak bermunculan golongan-golongan yang disebabkan oleh perbedaan pandangan mereka dalam hal kepemimpinan umat Islam.
Banyak peperangan yang terjadi ketika masa pemerintahan khalifah Ali, dan yang terpenting adalah peperangan Jamal dan Shiffin.
PEPERANGAN JAMAL
            Dinamakan peperangan Jamal (unta) karena Siti Aisyah, istri Rasulullah SAW dan puteri Abu Bakar as Shiddiq ikut dalam peperangan ini dengan mengendarai unta. Ikut campurnya Aisyah memerangi Ali terpandang sebagai hal yang luar biasa sehingga orang menghubungkan peperangan ini dengan Aisyah dan untanya, walaupun peranan yang dipegang Aisyah tidak begitu besar.
Sesungguhnya peperangan ini adalah peperangan yang pertama kali terjadi antara dua laskar dari kaum Muslimin, di mana seorang Muslim menghadapi seorang Muslim dengan amarahnya hendak menumpahkan darah saudaranya seagama.
Peperangan Jamal terjadi karena keinginan dan nafsu perseorangan yang timbul pada diri Abdullah bin Zubair dan Thalhah serta perasaan benci Aisyah terhadap Ali. Dosa Thalhah agak ringan dibanding dosa Abdullah karena Thalhah tidak sampai mempengaruhi kaum Muslimin. Dan tak ada pengaruhnya terhadap Aisyah yang dapat mendorong Aisyah agar mempengaruhi kaum Muslimin dengan menggunakan kedudukannya sebagai Ummul Mukminin.
            Akan tetapi, Abdullah bin Zubair sangat bernafsu untuk menduduki kursi khalifah dan berupaya dengan sungguh-sungguh menghasut Aisyah menghidupkan api peperangan agar keinginannya menduduki kursi khalifah dapat tercapai.
            Ali disalahkan karena dia dipandang tidak dapat menguasai laskarnya seluruhnya. Ketika ada usahanya hendak mencari perdamaian, diantara pengikut-pengikutnya ada yang membuat komplotan untuk menyalakan api peperangan. Andai kata beliau berwibawa penuh terhadap laskarnya, mungkin peperangan dapat dihindarkan. Yang memikul tanggung jawab atas terjadinya peperangan Jamal yang telah menelan korban puluhan ribu umat manusia adalah Abdullah bin Zubair dan Aisyah.
PEPERANGAN SHIFFIN
            Peperangan Shiffin adalah peperangan antara khalifah Ali dan Mu’awiyah. Ali dan pengikut-pengikutnya mulanya mengira bahwa peperangan yang pertama dan itu pun akan merupakan peperangan penghabisan haruslah untuk menundukkan Mu’awiyah bin Abu Sufyan yang didukung penduduk Syam.
Mu’awiyah adalah anak Abu Sufyan (paman Usman) pemuka Bani Umayah yang amat disegani dan dipatuhi oleh laskarnya. Thalhah dan Zubair sebelumnya tidak dipandang musuh oleh Ali, terlebih sesudah keduanya memberikan bai’ah dan sumpah setianya kepada Ali. Begitu pula tidak seorang pun menyangka bahwa kebencian Aisyah terhadap Ali akan sampai sedemikian rupa sehingga Aisyah menceburkan diri ke dalam peperangan memimpin bala tentara melawan Ali.
Peperangan Jamal mengakibatkan gugurnya ribuan tentara Ali. Sementara itu, Mu’awiyah memperkuat laskarnya dengan membagi-bagi uang kepada mereka dan pengikutnya sehingga ikatan kesatuan mereka menjadi kuat.
            Pertempuran terjadi antara kedua laskar beberapa hari lamanya. Ali dengan keberanian pribadinya dapat membangkitkan semangat dan kekuatan laskarnya, sehingga kemenangan sudah membayang baginya. Ahli-ahli sejarah yang mempelajari sejarah kehidupan Ali di bidang kemiliteran menemukan bahwa dalam setiap pertempuaran Ali selalu menang. Menang dalam peperangan Jamal, Shiffin dan beberapa peperangan dengan Khawarij. Akan tetapi, beliau kalah dalam diplomasi dan tak dapat mengelak dari tipu daya.
            Ketika akhir hayat khalifah Usman bin Affan menghadapi berbagai kelompok pemberontak, maka demikian pula dengan keadaan yang dialami oleh khalifah Ali bin Abu Thalib. Oleh karena itu, pada masa pemerintahannya Ali lebih banyak menghadapi para pemberontak ini terutama pemberontakan yang dilakukan oleh gubernur Mesir yang bernama Muawiyah bin Abu Sufyan.
Hampir seluruh masa pemerintahannya habis untuk menghadapi para pemberontak, sehingga usaha dan jasa-jasa khalifah Ali tidak begitu banyak diketahui. Khalifah Ali meninggal dunia karena dibunuh oleh salah seorang golongan Khawarij yang bernama Ibnu Muljam pada tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H.
            Dengan wafatnya khalifah Ali, maka masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin telah selesai karena sesudah itu pemerintahan Islam dipegang oleh khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan secara turun-temurun, sehingga disebut Daulat / Bani Umayyah.







                                                            BAB III
                                                          PENUTUP

 A. Kesimpulan
            Khulafaur Rasyidin menurut bahasa artinya para pemimpin yang mendapatkan petunjuk dari Allah SWT. Sedangkan menurut istilah yaitu para khalifah (pemimpin umat Islam) yang melanjutkan kepemimpinan Rasulullah SAW sebagai kepala negara (pemerintah) setelah Rasulullah SAW wafat.
Pengangkatan seorang pemimpin atas dasar musyawarah yang dilakukan secara demokratis sesudah wafatnya Nabi inilah yang disebut Khulafaur Rasyidin. Jumlahnya ada 4 orang, yaitu:
a) Abu Bakar as Shiddiq ( 11 – 13 H = 632 – 634 M )
b) Umar bin Khatab ( 13 – 23 H= 634 – 644 M)
c) Usman bin Affan (23 – 35 H = 644 – 656 M)
d) Ali bin Abu Thalib ( 35 – 40 H = 656 – 661 M)
            Sesudah Ali bin Abu Thalib, para pemimpin umat Islam (khalifah) tidak termasuk Khulafaur Rasyidin karena mereka merubah sistem dari pemilihan secara demokratis menjadi kerajaan, yaitu kepemimpinan didasarkan atas dasar keturunan seperti halnya dalam sistem kerajaan.
Dengan wafatnya khalifah Ali, maka masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin telah selesai karena sesudah itu pemerintahan Islam dipegang oleh khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan secara turun-temurun, sehingga disebut Daulat / Bani Umayyah.
B. Saran
Kami selaku penyusun menyadari masih jauh dari sempurna dan tentunya banyak sekali kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya kemampuan kami.
Oleh karena itu, kami selaku pembuat makalah ini sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Kami juga mengharapkan makalah ini sangat bermanfaat untuk kami khususnya dan pembaca pada umumnya.


                                     DAFTAR PUSTAKA

http://www.search.ask.com/web?l=dis&q=MAKALAH+KEPEMIMPINAN+KHALIFAUL+RASYIDIN
http://syarifalmarghub.blogspot.com
https://www.facebook.com/permalink.php?id=377772845675848&story_fbd=379712465481886Bottom of Form








ii




 
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................i
DAFTAR ISI .................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................3
A.    Pengertian Khulafaul Rasyidin...........................................................3
B.     Kepemimpinan Khulafaul Rasyidin  ....................................................3
a.Abu Bakar as Shiddiq........................................................................3
b.Umar bin Khatab...............................................................................6
c.Usman bin Affan................................................................................7
d. Ali bin Abu Thalib..........................................................................12
BAB III PENUTUP........................................................................................16
A.    Kesimpulan..........................................................................................16
B.     Saran.................................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar